Lontar Tutur Siwa Banda Sakoti adalah lontar yang menguraikan tentang ajaran Siwa, namun dalam beberapa uraiannya juga terdapat : Penyatuan antara ajaran Siwa Buddha, terutama yang berkaitan dengan cara mencapai kalepasan (kamoksan) yang menjadi inti dari isi lontar ini.
Wejangan Sang Hyang Siwa Banda Sakoti yang disampaikan kepada Mpu Kuturan mengenai kalepasan di dalam diri yang patut diajarkan oleh para Dang Guru kepada muridnya yang benar-benar ingin mengetahui tentang hal itu.
Lontar ini merupakan kelompok lontar kamoksan, oleh karena itu perlulah kiranya pembaca bila ingin mempraktekkan ajian-ajian ini dituntun oleh seorang guru agar terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan.
Ada satu pesan yang disampaikan bahwa ajaran ini hendaknya hanya diajarkan kepada mereka yang benar-benar ingin berguru, dan jangan sekali-kali diajarkan kepada mereka yang bodoh, karena ajaran ini sangat rahasia, dan tidak patut untuk dibicarakan mengenai kesempurnaannya.
Sebagai inti ajarannya adalah panunggalan Sang Hyang Ongkara baik pada badan manusia, maupun pada alam semesta, yang bersifat sakala niskala dan sangat rahasia.
Isi Lontar Siwa Banda Sakoti
Alam Niskala namanya, tetapi tidak berwujud, berwarna sebatas bayangan, wujudnya seperti berstana pada ujung rambut dan disebut Sunyi oleh Sang Pendeta.
Kemudian ada purusa namanya, seperti windu, wujudnya seperti , berstana pada ubun-ubun di beri nama Bhatara Sadasiwa. Di bawah beliau ada Ardha Candra, wujudnya seperti , berstana pada sela alis, tetapi terbalik. Kalau di angkasa memakai windu dua seperti rupanya seperti bejana permata berisi air kehidupan.
Kalau menggunakan Windu satu beliau Bhatara Sadasiwa, sementara kalau Windu dua beliau bernama Dewi Gayatri, beliau yang menggerakkan nafas yang bernama windu adwaya, nafas yang masuk dalam lubang hidung berbunyi AH, keluar ANG sehingga disebut Ardanareswari, sebab pertemuan Sang Hyang Sadasiwa dengan Dewi Gayatri.
Pranawa-Kundalini-Puspa Sumungsang disebut Sadarudra (Dewata) yang berstana pada wajah bagian tengah, dibawahnya berstana Hyang Mahadewa berstana pada tujuh lubang yaitu ; lubang kedua mata, kedua telinga, kedua hidung dan mulut dan ditutup dengan mantra.
Kalau ingin umur panjang, isap nafas dari lubang hidung dengan mantra AH hingga sampai ke jantung, kemudian lanjutkan pada bagian tengah dengan mantra ANG sehingga segalanya mati dan beliau bernama Sang Hyang Geni-Kunda-Rahasia berstana pada pusar, semua pengaruh Sad Ripu terleburkan.
Setelah selesai, lalu turunkan Sang Hyang Amreta, dari ujung Ongkara Sumungsang yang terletak pada lis turun ke bawah, pada hati, berjalan pada saluran suara, lalu turun ke ubun-ubun, beliau berwujud Iswara, benih aksara mantranya MANG, Hyang Brahma, pada suara kanan disebut ANG, yang kiri disebut Nadi-Pinggala, Sang Hyang Visnu, ONG seperti peleburan. Jalankan Sang Hyang Amreta pada hati, sinarnya berkilauan seperti intan, sebenarnya milik pendeta, di simpan dalam pikiran yang dilandasi dengan pikiran yang bersih, simpan dalam hati supaya tidak lupa, karena beliau utama dalam badan.
Lapalkan Sang Hyang Tri Aksara, yang berada pada hati, lapanya ANG pada pangkal hati, ONG pada tengah hati, MANG pada ujung empedu namanya Yawatiti disebut Yoga, karena pendeta melakukan yoga yang utama dan ketemu tak terasa disebut Niskaladnyana. Dan kalau merasa akan datang kematian, bila sudah kelihatan pusatkan pikiran pada keikhlasan, jangan memikirkan kesenangan akibatnya kematian. Jika ingat dengan ang mulia satukan Sang Hyang Aksara , , , pada aksara ONG.
Kembali satukan hati dengan rasa yang sembilan pada Pranawa dengan kunci sembilan lubang dengan Sastra-Rawa-Bineda yang disebut ANG, AH sebagai Sang Hyang Rwa-bineda dengan Sang Tiga, jangan ceroboh melapalnya sebab sama dengan meninggalkan wujud Sang Hyang, sucikan manasa artinya memusatkan Rwa-Bineda, satukan Sang Tiga, batinia namanya.
Jika melapalkan Sang Rwa-Bineda dengan Sang Tiga juga ragu-ragu, karena pada waktu itu Sang Hyang Paratma berpisah sampai pada niskala, maka kesembilan lubang harus di kunci dengan Sang Rwa-Bineda untuk menemukan moksa.
Jalan menuju alam sorga, dari wejangan Bhatara Paramasiwa-Upadesa, ONG sebagai jalan pada kamoksan, dan Sang pendeta pada Catur-Dasaksara yang dipadukan, beliau berwujud empat belas dewata dengan aksara : SA, BA, TA, A, I, NA, MA, SI, WA, YA, A, U, MA dan OM.