- 1Upacara Atiwa Tiwa
- 1.1UPAKARA ATIWA-TIWA
- 1.2UPACARA PENGABENAN MEWANGUN
- 1.1UPACARA PENGABENAN PRANAWA
- 1.2PENGABENAN SWASTHA
- 2TATA CARA NYIRAMANG LAYON
- 2.2.11. Tirta
- 2.2.22. Persiapan sarana pebersihan
- 2.2.33. Persiapan Sarana Penyucian
- 2.2.14. Persiapan tempat pebersihan Pepaga atau pandyusangan atau penusangan.
- 2.2.25. Persiapan peti jenasah (simbul kekuatan maya SHW)
- 2.2.36. Upakara ayaban.
- 2.2.47. Tempat air antiseptic
- 2.2.18. Tata Cara Upacara Ngelelet.
- 2.2.11. Persiapan Sarana Pebersihan
- 2.2.22. Pelaksanaan Ngelelet
- 3UPACARA PENGASKARAN
- 3.1MAKNA SIMBOLIS PENGASKARAN
- 3.1Tujuan Upacara Pangaskaran
- 3.1UPACARA MEBUMI SUDHA
- 3.2UPACARA PEMRELINA DAN MEWANGUN SEKAR TUNGGAL DI SETRA.
- 3.3SAWA MEKINGSAN DI GENI DAN MEKINGSAN DI PERTIWI (MEPENDEM).
- 3.4UPACARA PEMUKURAN/PENYEKAHAN/PENGRORASAN
- 3.5UPACARA PENGLIWETAN
- 3.6UPACARA NILAPATI
- 4PEDEWASAN PENGABENAN
- 5UPACARA NGAJUM KAJANG
- 5.1BEBERAPA JENIS KAJANG
- 5.1TATA CARA UPACARA NGAJUM KAJANG DAN PEMERASAN
- 5.2URUTAN JALANNYA NGAJUM KAJANG
- 6Pelebon
- 7Sarana Upakara Ngaben
- 7.1Bade dan Wadah
- 7.2Lontar Dharma Laksana
- 7.3Petulangan
- 7.4Bukur
- 8Upacara Makelud
Ngaben dalam bahasa Bali berkonotasi halus yang sering disebut dengan Palebon, yang berasal dari kata lebu yang artinya prathiwi atau tanah. Palebon artinya menjadikan prathiwi (abu). Untuk menjadikan tanah itu ada dua cara yaitu dengan cara membakar dan menanam ke dalam tanah. Namun cara membakar adalah yang paling cepat.
Tujuan dari upacara ngaben adalah agar ragha sarira cepat dapat kembali kepada asalnya, yaitu panca maha buthadi alam ini dan bagi atma dengan selamat dapat pergi ke alam pitra. Oleh karenanya, ngaben sesuangguhnya tidak bisa ditunda-tunda. Mesti meninggal segera harus diaben.
Landasan filosofis ngaben bisa diuraikan secara umum dan secara khusus. Landasan Landasan pokok ngabensecara umum adalah lima kerangka agama Hindu, yang disebut Panca Sradha. Panca Sradha atau lima keyakinan itu adalah: Brahman, Atman, Karmaphala, Samsara, dan, Moksa. Sedangkan secara khusus ngaben dilaksanakan karena cinta yang mendalam terhadap leluhur dan pembebasan dosa.
Upacara ngaben sebagai simbol pembayaran utang kepada leluhur sarat akan nilai, norma, dan etika sosial kemasyarakatan dan bersifat religius adalah representasi dari sikap seorang anak yang hormat, berbakti, dan cinta kasih kepada leluhurnya. Upacara ngaben merupakan perwujudan dan pengejewantahan sradha dan bhakti seorang anak kepada orang tua atau leluhurnya.
Ngaben sering dipersepsikan dengan arti negatif yaitu “ngabehin” (berlebihan). Ada pula yang menyebut “ngabin” atau nampa. Ada juga yang mengartikan “Ngabuin” (menjadikan abu. Ngaben asal katanya “Api”, mendapat prefix ang menjadi “ngapi”, kemudian mendapat suffix “an” menjadi “ngapen”. Kemudian terjadi perubahan fonem P menjadi B menjadi ngaben.
Upacara Ngaben merupakan proses pengembalian unsur Panca Maha Butha kepada Sang Pencipta. Kekuatan Panca Maha Butha menciptakan adanya “Stula Sarira” yaitu Pertiwi (kulit), Teja (darah daging), Akasa (urat-urat), Bayu (tulang belulang), Apah (sumsum). Ada juga yang mengartikan lain, ngaben berasal dari kata beya (biaya atau bekal). Dari ngaben muncul kata meyanin atau ngabeyanin yang disingkat menjadi ngaben. Ngaben juga disebut sebagai Pitra Yadnya (Lontar Yama Purwana Tattwa). Pitra artinya leluhur atau orang yang mati, yadnya adalah persembahan suci.
Runtutan upacara Pitra Yadnya :
- Upacara Atiwa-tiwa
- Upacara Pengabenan
- Upacara Pemukuran (Penyekahan)
- Upacara Pengelemijian
- Upacara Pengrorasan (pada pengabenan)
- Upacara Nilapati (ngunggahang Betara Hyang)
Tahapan ini dapat diringkas menjadi empat bagian yaitu:
- Atiwa-tiwa
- Pengabenan
- Pemukuran/Penyekahan/Pengerorasan
- Nilapati.
Upacara Atiwa-tiwa memiliki tatanan upacara sebagai berikut:
- Ngeringkes (Upacara mebersih dan penyucian atau ngeringkes).
- Upacara menghaturkan Saji Pitra
- Upacara Pepegatan
- Upacara Pengiriman
- Upacara Pengrorasan
Upacara Atiwa Tiwa
Asal kata Atiwa-tiwa: Ati = berkeinginan, Awa = terang atau bening atau bersih. Artinya: Keinginan melaksanakan pebersihan dan penyucian jenasah dan kekuatan Panca Maha Butha-nya. Atiwa-tiwa juga disebut upacara melelet atau upacara pengeringkesan. Merupakan upacara pebersihan dan penyucian secara permulaan thd jenasah dari kekuatan Panca Maha Butha. Dikenal dengan Puja Pitara utk meningkatkan kesucian Petra menjadi Pitara.
Ngeringkes atau Ngelelet pengertiannya adalah pengembalian atau penyucian asal mula dari manusa yaitu berupa huruf-huruf suci sehingga harus dikembalikan lagi. Manusia lahir diberi kekuatan oleh Sang Hyang Widhi berupa Ongkara Mula, didalam jasad bermanifestasi menjadi Sastra Mudra, Sastra Wrestra (Nuriastra) dan Sastra Swalalita. Ketiga kekuatan sastra ini memberi makna Utpti, Stiti, Pralina (lahir, hidup, mati). Ketiga sastra ini kemudian bermanifestasi lagi memberi jiwa kepada setiap sel tubuh. Sebagai contoh Sastra Wrestra (Nuriastra) antara lain:
- A = kekuatan pada Ati Putih
- Na = kekuatan pada Nabi (pusar)
- Ca = cekoking gulu (ujung leher)
- Ra = tulang dada (tulang keris)
- Ka = pangrengan (telinga)
- Da = dada
- Ta = netra (mata)
- Sa = sebuku-buku (sendi)
- Wa = ulu hati (Madya)
- La = lambe (bibir)
- Ma = cangkem (mulut)
- Ga = gigir (punggung)
- Ba = bahu (pangkal leher)
- Nga = irung (hidung
- Pa = pupu (paha)
- Ja = jejaringan (penutup usus)
- Ya = ampru (empedu)
- Nya = smara (kama)
Tubuh manusia memiliki 108 Sastra Dirga (huruf-huruf suci) yang pada waktu meninggal sastra-sastra itu dikembalikan ke sastra Ongkara Mula atau disebut Ongkara Pranawa. Proses pengembalian ini disebut Ngeringkes yang memerlukan upacara dan sarana. Atiwa-tiwa sudah merupakan pensucian tahap permulaan, sehingga setelah atiwa-tiwa jenasah sudah bisa digotong dinaikkan ke paga atau wadah. Jika dikubur tanpa atiwa-tiwa sesungguhnya jenasah tidak boleh digotong, tetapi dijinjing karena masih berstatus Petra.
UPAKARA ATIWA-TIWA
- Upakara Munggah di Kemulan : Peras, soda, daksina, suci alit asoroh, tipat kelanan, canang suci.
- Upakara Munggah di Surya : Peras, soda, daksina, tipat kelanan, canang pesucian
- Upakara disamping jenasah : Peras, soda, daksina. Tipat kelanan. Banten saji pitara asele. Peras pengambean, penyeneng, rantasan. Eteh-eteh pesucian, pengulapan, prayascita, bayekawonan. Banten isuh-isuh, lis degdeg (lis gede), bale gading (Kereb Akasa).
- Upakara Pepegatan : Pejati asoroh, banten penyambutan pepegatan angiyu, sebuah lesung, segehan sasah 9 tanding.
- Upakara Pengiriman : Pejati lengkap 4 soroh (termasuk pekeling di Prajapati), Saji Pitra asele, punjung putih kuning, tipat pesor dan nasi angkeb, Peras Pengambean, segehan sasah 9 tanding.
- Upakara Pengentas Bambang : Pejati lengkap asoroh, tumpeng barak, soda barak ulam ayam biying mepanggang, prayascita, bayekawonan, pengulapan, segehan barak atanding.
- Upakara di Sanggah Cucuk : Pejati asoroh, canang payasan, banten peras tulung sayut.
UPACARA PENGABENAN MEWANGUN
Semua organ tubuh (sebagai awangun) memperoleh material upakara sehingga upakaranya banyak. Ngaben jenis ini diikuti dengan Pengaskaran.
Ada dua jenis:
- Upacara Pengabenan mewangun Sawa Pratek Utama, ada jenasah atau watang matah.
- Upacara Pengabenan mewangun Nyawa Wedana, tidak ada jenasah tetapi disimbulkan dg adegan kayu cendana yang digambar dan ditulis aksara sangkanparan.
Nyawa Wedana berasal dari kata Nyawa atau nyawang (dibuat simbul). Wedana = rupa atau wujud. Dengan demikian Nyawa Wedana artinya dibuatkan rupa-rupaan (simbolis manusia).