Dalam Kamus Istilah Agama Hindu diuraikan bahwa Daksina adalah 1) kanan, selatan, 2) nama banten yang bentuknya/ pembuatannya berisi beras, kelapa, telor, peselan, bijaratus, pisang, dll. Dalam penataannya berfungsi sebagai hulu. Sedangkan Linggih berarti: tempat tinggal, santapan, kasta, dan melinggih berarti duduk. Jadi, dari definisi di atas dapatlah ditarik benang merah bahwa Daksina Linggih berarti sebuah banten yang berisi beras, kelapa, telor, peselan, bijaratus, pisang, dan kelengkapannyal, dan dalam penataannya berfungsi sebagai hulu dan linggih(tempat duduk) roh suci(Tuhan).
Daksina Pelinggih atau Daksina Mepayas adalah Nyasa atau simbol Lingga Yoni, memang sangat unik dan lain daripada yang lain. Nilainya lebih tinggi daripada banten, misalnya banten pejati ada Daksina-nya, namun disini dia dipersembahkan bukan disembahyang. Daksina dengan segala perlengkapannya terdiri dari: bebedongan, serobong, tampak, telor itik, beras, benang tukelan, uang kepeng, pisang, tebu, kekojong, porosan, kembang, pesel-peselan, bija ratus, gantungan, dan kelapa.
Sedangkan sarana Daksina Linggih terdiri dari: bebedogan atau wakul, tapak dara, beras, kelapa, telor itik, uang kepeng 225, kojong kecil, kemiri, pangi, porosan, pesel-peselan, jebug harum, bija, dan pisang 2 biji, kojong besar, plawa/daun endong, porosan, buah pinang, bunga, reringgitan, bunga bancangan, dan canang yasa.
Daksina sangat penting artinya bagi umat Hindu, karena sarana Daksina mengandung arti suatu permohonan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi agar Beliau berkenan melimpahkan wara nugraha(rahmat) Nya, sehingga mendapat keselamatan dan panjang uumur. Daksina secara simbolis adalah sthana/tempat duduk Hyang Widhi dalam manifestasinya sebagai Dewa Brahma selaku utpeti (pencipta alam semesta).
Daksina Linggih merupakan Arcanam yaitu pemujaan Tuhan melalui media atau arca. Arcanam berarti juga memvisualisasikan Tuhan kedalam suatu bentuk atau simbol. Simbol yang dipakai dalam penelitian ini adalah penggambaran Tuhan dalam media Daksina Linggih. Simbol-simbol ini terdapat dalam persembahan yang disebut dengan upakara yang dibuat oleh bhakta itu sendiri. Bentuk-bentuk upakara dalam agama Hindu sangatlah banyak yang meliputi upakara yadnya. Dari sedemikian kompleksnya bentuk-bentuk upakara tersebut, maka terdapatlah sarana pokok yang disebutkan dalam Bhagawadgita IX, 26, yang berbunyi:
Pattram puspam phalam toyam
Yo me nhaktya prayaccati
Tad aham bhaktyuppahrtam
Asnami prayatatmanah(Bhagawadgita IX, 26).
Terjemahannya:
Siapapun yang dengan kesujudan mempersembahkan padaKu daun, bunga, buah-buahan atau air, persembahan yang didasari oleh cinta dan keluar dari lubuk hati yang suci aku terima. Maka dapat dikatakan, yang menjadi sarana pokok upakara adalah daun(pattram), bunga(puspam), buah(phalam), dan air(toyam).
Berdasarkan kitab suci, umat Hindu menggunakan bunga sebagai unsur pokok dalam upakara yang tentunya memiliki arti.
Dalam Lontar Yadnya Prakerti disebutkan sekare pinako katulusan pikayunan suci, yang terjemahannya bunga itu sebagai lambang ketulus ikhlasan pikiran yang suci. Disamping arti dari bunga di atas, maka yang menjadi fungsi dari bunga ada dua yakni, yang pertama sebagai simbol Tuhan (Siwa), dimana bunga diletakkan tersembul pada puncak cakupan kedua belah telapak tangan pada saat menyembah. Yang kedua yakni bunga berfungsi sebagai sarana persembahan, dimana bunga itu dipakai untuk mengisi sesajen yang akan dipersembahkan kepada Tuhan ataupun roh suci leluhur.
Pada intinya sarana yang digunakan dalam berbagai persembahan di Bali mewakili apa yang termuat dalam bait sloka Bhagawadgita IX, 26 di atas. Saran yang digunakan dalam Daksina Linggih pun menggunakan bunga, buah, daun, dan air, karena ketiga unsur itu merupakan unsur kehidupan.
Daksina dengan segala perlengkapannya terdiri dari: bebedongan, serobong, tampak, telor itik, beras, benang tukelan, uang kepeng, pisang, tebu, kekojong, porosan, kembang, pesel-peselan, bija ratus, gantungan, dan kelapa. Sedangkan sarana Daksina Linggih terdiri dari: bebedogan atau wakul, tapak dara, beras, kelapa, telor itik, uang kepeng 225, kojong kecil, kemiri, pangi, porosan, pesel-peselan, jebug harum, bija, dan pisang 2 biji, kojong besar, plawa/daun endong, porosan, buah pinang, bunga, reringgitan, bunga bancangan, dan canang yasa.
Daksina sangat penting artinya bagi umat Hindu, karena sarana Daksina mengandung arti suatu permohonan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi agar Beliau berkenan melimpahkan wara nugraha (rahmat) Nya, sehingga mendapat keselamatan dan panjang umur. Daksina secara simbolis adalah sthana/tempat duduk Hyang Widhi dalam manifestasinya sebagai Dewa Brahma selaku utpeti (pencipta alam semesta).
Dari urain di atas, nampaknya bisa diambil benang merah bahwa sebenarnya antara Daksina Linggih dengan Daksina tidak berbeda jauh, namun ragam hias dan variasi Daksina Linggih lebih variatif. Daksina dalam bentuk persembahan bisa difungsikan sebagai linggih atau simbol Tuhan, namun Daksina Linggih tidak bisa difungsikan sebagai persembahan karena ia merupakan simbol Tuhan dan berfungsi sebagai hulu dari Banten.