- 1Īgama (Mencari Kesejatian dengan Ketajaman dan Kejernihan)
- 1.1Peranan Pikiran dalam Mistisisme Bali
- 1.2Pemanfaatan Pikiran Dalam Perjalanan Spiritual
- 1.2..11. Menajamkan daya kognisi pikiran
- 1.2..22. Mengendarai daya imajinasi dan mengarahkan ulang intensi
- 1.2..33. Melampaui keseluruhan eksistensi pikiran itu sendiri
- 2Āgama (Menata Hati, Membahagiakan Seluruh Alam)
- 2.1Menata Hati dan Kebahagiaan Seluruh Alam
- 2.2Bertuhan dengan Rasa
- 2.2..11. Bertuhan dengan Menjadi Penikmat Rasa
- 2.2..22. Mendekat Pada Tuhan dengan Menjaga Jarak Dari Rasa
- 3Ūgama (Agama, Sikap dan Kemanusiaan)
- 3.1Bertuhan Secara Sosial dan Bertuhan Secara Personal
- 3.2Bertuhan dengan Laku - Fondasi Dari Perjalanan Spiritual
Salah satu sebutan untuk agama di Bali adalah Gama Tīrtha (Agama Air Suci).
Kata tīrtha memiliki beberapa arti, yang paling umum di Bali diartikan sebagai air suci. Selain itu, tīrtha juga berarti tempat suci, karenanya sering kali tempat suci (Pura) disebut pula dengan patīrthan. Selain itu, tīrtha juga bisa diartikan guru suci.
Dalam teksnya dijelaskan bahwa “ga” adalah tubuh, dan “ma” amṛta (nektar keabadian/ kehidupan). Amṛta adalah istilah lain untuk tīrtha, yang keduanya bisa berarti “air suci.” Kata mṛta/mrĕta dalam Bahasa Jawa Kuno dan Sanskerta diartikan sebagai kematian, sedangkan awalan “a” menegasikannya, sehingga amṛta berarti tidak mati/ kehidupan. Āgama Tirtha, atau juga Āgama Amṛta bisa dikatakan berarti agama kehidupan.
Gama Tirtha disebut juga dengan istilah Gama Tiga. Sebutan tersebut kemungkinan mengacu pada tiga aspek agama yang menjadi esensinya, yaitu; Īgama, Āgama, dan Ūgama. Ketiganya menyentuh aspek-aspek berbeda dari kehidupan manusia, baik di luar maupun di dalam.
Aspek luar :
- Īgama berkaitan dengan bagaimana merealisasi Sang Kesejatian (gĕlarning kasukṣman)
- Āgama berkaitan dengan pemeliharaan alam kehidupan (pakṛtining jagatmanḍala)
- Ūgama berkaitan dengan penataan kehidupan antar manusia (simalokacarananing jagat)
Aspek dalam :
- Īgama ada di pikiran (īgama ika ring iḍĕp)
- Āgama ada di hati (āgama ika ring ambĕk)
- Ūgama ada di perilaku (ūgama ika ring polah)
Penempatan ketiga aspek agama dalam tiga aspek manusia (pikiran, perasaan, perilaku) ini adalah nasehat cantik yang menunjukkan di sisi mana dalam diri kita sebuah sisi agama diwujudkan dan digelar.
Disebutkan pula, bahwa tujuan dari agama adalah mencapai kesempurnaan alam (megawe keparipurnan jagat), menjadi penjaga alam semesta (pangempwaning jagatraya), dan ia menciptakan segala kebaikan bagi seluruh manusia (kerahywaning loka). Menariknya, beragama dalam konteks ini tidak serta-merta berurusan dengan mencapai surga, mencapai pencerahan, atau hal-hal terkait “alam lain.”
Tujuan agama adalah pemeliharaan kehidupan itu sendiri. Tentu saja ini poin yang penting digarisbawahi, mengingat jaman sekarang agama biasanya dikaitkan dengan “surga setelah mati” dan “menyembah yang ada di sana.” Agama menjadi hal-hal yang bersifat “langit,” sampai-sampai kita lupa kalau kaki masih memijak bumi. Dalam ajaran Gama Tiga ini, agama adalah hal-hal terkait kerahayuan seluruh alam. Dengan kata lain, agama bumi, yang diciptakan untuk manusia, demi kebaikan semesta.
Dalam tatanan Gama Tirtha, Āgama dan Ūgama berkaitan dengan aspek nyata (sakala) dari kehidupan, dan Īgama berkaitan sisi halus (niskala). Hal ini menjadikan Gama Tirtha sebagai ajaran yang menyeluruh dan integratif.
Dinasehatkan pula bahwa ketiga aspek agama ini perlu dilakukan agar manusia memahami dirinya (mangda i manusa wruh ring awak sariranya). Pemahaman diri ini terkait dengan ketiga aspek Gama Tirtha, yaitu: memahami kesejatian Diri (Īgama), memahami bahwa diri kita bukan lah mahluk independen, melainkan hidup berdampingan dengan alam (Āgama), dan memahami bahwa kita adalah entitas sosial yang perlu menempatkan dan menyesuaikan diri diantara manusia lain (Ūgama).