- 1Langkah-langkah dalam Ngawekasan Yadnya Piodalan
- 1.1Mempersiapkan Peralatan Nunas Tirtha
- 1.2A. Menyucikan Diri
- 1.3B. Nunas Pangarahan
- 1.3..11. Ring Bethara Śiwa (sarana bunga putih)
- 1.3..22. Nunas Panugrahan ring Bhaṭāra Hyang Guru
- 1.3..3 3. Nunas Panugrahan ring Bathara Tiga Sakti
- 1.4C. Menyucikan Peralatan atau Sarana Pemujaan
- 1.5D. Nunas Tirta
- 2Proses Mohon Tirtha
- 2.5.11. Ngambil kalpika
- 2.5.22. Puja mantra pangider bhuwana
- 2.5.33. Sirat tirta ke ajeng
- 2.5.44. Sangkepi dengan gandha, aksata dan dupham.
- 2.5.55. Pranayama
- 2.5.66. Sirat ring kunda rashsya (ubun-ubun)
- 2.5.77. Sirat tirtha ke ajeng: astra mantra, lan sangkepi
- 2.5.88. Sangkepi dengan gandha, akasata dan dupham
- 2.5.99. Memasang sirowista pada ghanda
- 2.5.1010. Mensucikan sirowista
- 2.5.1111. Ambil ghanta lan ketisin tirtha
- 2.5.1212. Ghanta di asapi
- 2.5.1313. Ngastawa ghanta (mensucikan ghanta)
- 2.5.1414. Membunyikan ghanta
- 2.5.1515. Sangkepi
- 2.5.1616. Pangaksama
- 2.5.1717. Puja Apsu Dewa
- 2.5.1818. Pancak saram stutti
- 2.5.1919. Puter air (we)
- 2.5.120. Pemendak dewa
- 2.5.221. Stawa Sad Gangga
- 2.5.322. śabdha dewata
- 2.5.423. Tibeni kembang
- 2.5.524. Mrtyunjaya Stawa
- 2.5.625. Mrtyunjaya Stawa
- 2.5.726. Pemarisudha
- 2.5.827. Tambah Ayu Wrdhi
- 2.5.928. Mensakralkan tirtha
- 2.5.1029. Lajut sangkepi
- 2.5.1130. Ngelukat diri dengan tirtha pelukatan
- 2.5.1231. Nunas tirtha ping 3
- 2.5.1332. Meraup muka ping 3
- 2.5.1433. Mabija
- 2.5.1534. Raris genahang ring
- 2.5.1635. Masang sirowistha
- 2.5.1736. Menyuntingkan bunga ring ungkur destar
- 2.5.1837. Mesesirat ke awang-awang
- 3Ngelukat atau Menyucikan eteh-eteh Pareresika
- 3.5.1a. Puja tepung tawar, segau
- 3.5.2b. Puja biakala
- 3.5.3c. Puja Durmenggala
- 3.5.4d. Puja Prayascita
- 3.5.5e. Puja Isuh-Isuh
- 3.5.6f. Puja Taluh ring biakala
- 3.5.7g. Puja Lis
- 3.5.8h. Puja Buhu-buhu
- 4Ngemargiang parersikan Banten lan Parhyangan
- 4.5.11. Puja ngemargiang palisan
- 4.5.22. Tambah malih antuk puja sehe
- 4.5.33. Ngelinggihang (ngundang Idha Bathara)
- 4.5.3.1a. Pamendak dewa:
- 4.5.3.2b. Brāhma Stawa:
- 4.5.44. Aturi tirtha ke ajeng (sebagai penghormatan) sebanyak baris mantra
- 4.5.55. Sangkepi (aturi gandha, akasata, puspa, dhupa)
- 4.5.5.1a. Ghanda :
- 4.5.5.2b. Akasata :
- 4.5.5.3c. Puspa :
- 4.5.5.4d. Dhupa :
- 4.5.66. Susuhunan Stawa
- 4.5.77. Aturi tirtha ke ajeng (sebagai penghormatan)
- 4.5.88. Sangkepi (aturi gandha, akasata, puspa, dhupa)
- 4.5.99. Giripati Stawa
- 4.5.1010. Aturi tirtha lan sangkepi
- 4.5.1111. Puja pangider bhuwana
- 4.5.1212. Aturi tirtha lan sangkepi
- 4.5.1313. Puja istadewata
- 4.5.1414. Wusan puja istadewata malih aturi tirtha lan sangkepi
- 4.5.1515. Aturi pasucian
- 4.5.1616. Malih ambil pasepane
- 4.5.1717. Nyembah dengan sekar
- 4.5.1818. Mesesirat ke sesajen
- 4.5.1919. Puja sesayut
- 4.5.2020. Tumpangnya sekar ikang sesayut
- 4.5.2121. Kuta SangHyang Mrtyunjaya
- 4.5.2222. Puja Mertyn Jaya
- 4.5.2323. Dharma pengolih
- 4.5.2424. Puja Suci Guru Piduka
- 4.5.2525. Puja pengambeyan
- 4.5.2626. Puja Panca Maha Butha
- 4.5.2727. Mantra pula Gembal mwah sekar setaman
- 4.5.2828. Puja tutwan
- 4.5.2929. Puja Jrimpen Sumbu
- 4.5.3030. Angrapet kurang luput
- 4.5.3131. Puja penyeneng
- 4.5.3232. Puja Sorohan
- 4.5.3333. Puja Bebangkit
- 4.5.134. Puja Ulam Banten
- 4.5.235. Ngayabang Aturan/Piodalan
- 4.5.336. Tambah Puja Śiwa sūtram
- 4.5.437. Yening wantah munggah banten tegteg Daksina
- 4.5.538. Ngayabang sor Sūrya
- 4.5.639. Metabuh
- 4.5.740. Phabuktian Bhuta
- 5Ngayabang Banten Piodalan Ida Bhatara
- 5.5.11. Puja Pengaksama
- 5.5.22. Puja Śiwa sūtram
- 5.5.33. Puja Tribhuwana
- 5.5.43. Ater malih antuk Puja Ngayab ring dewa)
- 5.5.54. Metabuh ring dewa
- 5.5.65. Pabhuktian Bhaṭāra
- 5.5.76. Puja panugraham
- 5.5.87. Puja pras
- 5.5.98. Ngaturang pejayan-jayaan Piodalan ring Ida Bhatara
- 5.5.109. Ngayabang banten ring iringan/ancangan Ida Bhatara
- 5.5.1110. Puja metabuh tuak, arak, arak berem
- 5.5.1211. Pabhuktian bhuta
- 5.5.1312. Puja Ngaksama Jagatnatha
- 5.5.1413. Ngayabang Banten ring Palinggih sami
- 5.5.1514. Puja Nunas Tirtha kakuluh (wasuhpada Ida Bhatara)
- 5.5.15.1a. Puja pengradanaan
- 5.5.15.2b. Puja Sakalam Niskalam Śiwa
- 5.5.15.3c. Puja Gangga Drawa pryage ca.
- 5.5.15.4d. Puja Gangga Dewi Maha Punyam
- 5.5.15.5e. Puja namas te Bhagawan Gangga
- 5.6Muspa kramaning sembah
- 6Penutup Yadnya Piodalan
- 6.6.11. Puja pengaksama
- 6.6.22. Puja Pralina Gantha
- 6.6.33. Jro Mangku nibakang tirtha
- 6.6.44. Nyineb Ida Bhatara
Mantra dalam konteks agama Hindu dikaitkan dengan penggunaannya dalam upacara agama adalah untuk memuja Ida Hyang Widhi dengan segala manifestasinya. Dalam kaitan ngawekasan yadnya maka mantra adalah ucapan yang merupakan rumus-rumus yang terdiri atas suatu rangkaian kata-kata gaib yang dianggap mengandung kekuatan atau kesaktian untuk mencapai secara otomatis apa yang dikehendaki oleh manusia. Mantra itu sering kata-katanya tidak dimengerti oleh sebagian besar orang dalam masyarakat. Justru disitulah memberikan nilai magis atau suasana kramat dan gaib, misalnya kata AUM atau Oṁ atau Ong.
Oṁ ataupun Ong adalah prenawa, yaitu simbol kehidupan. Dalam mantra Oṁ dianggap mempunyai kekuatan gaib. Kata Oṁ dimaksudkan widyasakti dari Hyang Widhi yang merupakan dari unsur-unsur Tri Sakti yakni kesaktian untuk menciptakan disimbolkan dalam hurup atau ucapan Ang, kesaktian untuk memelihara atau menghidupkan disimbolkan dalam ucapan Ung, dan kesaktian untuk mengembalikan semua ciptaannya ke asalnya (pralina) diwujudkan dalam simbol ucapan atau hurup Mang. Gabungan ketiga bunyi inilah (Ang, Ung, Mang) berubah menjadi Oṁ atau Ongkara. Ongkara adalah pranawa atau Bija Mantra dalam setiap doa atau mantra. Artinya setia memulai mengucapkan bait mantra, selalu didahului dengan Oṁ.
Rumus-rumus itu mengandung suasana sakral dan mempunyai kesaktian karena isinya, serta sifat sakral atau kekuasaan magis dari orang yang memakainya dan karena bahasa yang dipakai dalam mengucapkannya. Kegunaan mantra adalah untuk menurunkan dewa atau Ida Bhaṭāra ke dalam bentuknya yang sekala niskala. Menurut praktek yoga, untuk menurunkan Hyang Widhi ke dalam bentuk skala-niskala ke dalam hati seorang yogi menggunakan sarana-sarana yang dapat disentuh oleh panca indera, seperti pujian-pujian (stuti atau stawa) persembahan berupa bunga (puspanjali), gerak tangan yang mempunyai arti mistik (mudra), suka kata atau rumus-rumus sakral (mantra).
Ini semua merupakan alat atau sarana untuk mengadakan kontak dengan Hyang Widhi yang niskala, sekaligus juga merupakan wadah Hyang Widhi bersemayam. Hyang Widhi turun ke dalam harumnya bau bunga, yang melambangkan kesucian pikiran si pemuja, ke dalam kata-kata atau suku kata dalam bentuk mantra yang melambangkan kesucian perkataan si pemuja, dan dalam bentuk lagu yang dilantumkan oleh si pemuja atau dalam bentuk syair dari si penyair.
Dengan demikian Tri Kaya Parisudha seharusnya sudah tersirat dan tersurat dalam setiap perilaku dan tindakan pemangku sebagai pemimpin upacara. Pemilihan bunga sebagai sarana pemujaan hendaknya bunga yang harum dengan warna sesuai dengan simbol warna dewa yang dipuja atau yang diharapkan hadir dalam upacara tersebut seperti bunga putih untuk Dewa Śiwa, bunga merah untuk Brāhma, bunga kuning untuk Dewa Mahadewa, bunga biru untuk Bhaṭāra Wiṣṇu dan kalpika atau bunga campuran untuk Bhaṭāra Śiwa atau semua dewa. Sangatlah kurang baik jika memuja memakai bunga tidak harum dengan warna yang tidak sesuai.
Pemikiran-pemikiran yang demikian yang mendasari penggunaan mantra adalah dalam mengantarkan persajian atau dalam ngawekasang persembahan sang Yajamana kepada Hyang Widhi atau Ida Bhaṭāra. Dengan pemahaman ini diharapkan para pemangku tidak ragu-ragu menggunakan mantra. Suatu mantra dilandasi oleh keyakinan yang kuat tidak akan mancapai tujuannya.