Mendengar itu agak lama Hyang Maya Sandhi terdiam tanpa mengeluarkan sepatah kata, lunglai bagaikan kelayuan bunga teratai, hancur berantakan pikiran Beliau, bagaikan kaca jatuh pada batu, karena merasa belas kasihan tatkala mendengar tangis keempat para murid Beliau, hal itulah yang membuat Beliau kembali duduk pada singgasana yang selamanya tiada dijauhi oleh Sang Uttara Loka selamanya memeluk kaki Beliau, karena takut akan ditinggalkan dengan tiba-tiba melesat, dengan air mata yang tiada hentinya bercucuran membasahi kaki Hyang Maya Sandhi.
Pada saat seperti itulah Sanghyang Maya Sandhi lalu bersabda :
Ya, kalian para putraku, apalagi kalian kehendaki dariku, katakanlah jangan ragu-ragu karena janjiku untuk kembali ke Sorga teiah tiba waktunya tiada dibenarkan aku ini kembali pada malam hari dan pasti kena hukum dari Bhatara Siwa. Demikianlah sabda Hyang Maya Sandhi kepada ke empat murid Beliau.
Lalu dengan segera Sang Uttara Loka menyembah kepada Hyang Maya Sandhi :
Mohon ampun Hyang Adi Guru, mana kiranya yang disebut Berwenang tanpa ada yang lebih Berwenang ?.
Hyang Maya Sandhi segera menjawab :
Duhai ananda muridku Sang Uttara Loka, kiranya tak ada yang menyamai ananda di bawah kolong langit ini, tak ada yang sejajar dengan ananda Sekala-Niskala ananda dapat memahaminya, menghayati Ajaran Sastra Sasmerti Maha Uttama. Benar-benar ananda bagaikan permata Manik Cemeng. anandalah penggantiku, karena ananda kepenuhan kekuasaan yang Maha Sempuma, telah sewajamya ananda merupakan kusumanya. Dunia yang tentram, dan dengarlah ucapanku ini :
Login Membership
Sehabis berkata demikian Hyang Maya Sandhi lalu menyembah sebelum menyebut Gelar Beliau (gelar Bhatara) Para Dewa, Dewanya Hyang serta dengan mengucapkan :
Login Membership
Pada permulaannya Beliau melakukan Yoga, maka tercipta dua Dewata yakni Bhatara Guru dan Bhatara Uma yang juga bergelar Ki Suhabad dan Ki Sahguna, kedua Beliau itu berkelamin laki-laki yang tercipta dari Awang-awang (Angkasa). Kembali Beliau beryoga, maka terciptalah sebuah Meru Permata yang merupakan tempat bertahtanya Bhatara Guru dan Bhatara Uma. Selanjutnya Beliau Bhatara Siwa mengangkat (nyabut) senjata Utama kemudian memotong kemaluannya Bhatara Uma yang segera melesat kemudian menjadi Caraking Tahun (padi) kemudian berubah menjadi Baga, itulah yang disebut Kehidupan segalanya. Kemudian Bhatara Guru bergelar Bhatara Siwa dan Bhatara Uma bergelar Sanghvang Uma Dewi.
Adapun Beliau Bhatara Siwa dan Hyang Uma Dewa lalu melakukan Samadhi, maka terciptalah para Dewa Nawa Sangga, Panca Resi dan Catur Lokapala. Selanjutnya terciptalah apa yang disebut Panca Pramana yakni: Pretiwi (Bumi), Apah (Air), Teja (Sinar), Bayu (Angin/udara), Akasa (Langit).
Selain itu tercipta pula para Widyadara-Widyadari, Yaksa-Yaksi. tercipta Manusia yang bersuami- istri (Laki-Perempuan), tercipta Kumatap-kumitip (segala binatang), serba yang dapat bergerak dan segala yang ada di Dunia ini, serba Amertha dan serba Wisia (buruk), serba yang dapat dan tidak dapat dilihat.
Semua itulah hasil Yoga Bhatara Siwa dan Bhatara Uma Dewi, sedangkan Bhatara Siwa dan Bhatari Uma Dewi adalah hasil samadhinya Beliau yang paling Berwenang. Beliau itulah Paduka Bhatara yang tiada boleh diperbincangkan. Beliau itulah perujudan yang Berwenang, yang Maha Luhur tiada diatasi oleh yang lebih berwenang telah menganugrahimu, tiada dianggap Tulah (berdosa), karena semua itu anugrah dari yang Berwenang.