Geguritan Tamtam


Pesan dan Amanat dalam Geguritan Tamtam

Amanat tentang Pendidikan

Pendidikan tidak hanya diberikan setelah anak lahir tetapi pendidikan dapat diberikan sejak anak dalam kandungan. Pendidikan dalam kandungan dapat dilakukan dengan mengikuti pesan yang disampaikan pengarang dalam “memperoleh keturunan yang baik”, sedangkan pendidikan setelah anak lahir dapat disimak pada Geguritan Tam Tam, bait 13-18 pupuh Sinom 1. Berikut hanya dikutip bait 13 sebagai contoh disertai terjemahan bebas. Bait ini memberi isyarat kepada pembaca bahwa semasih muda “belajar” itu sangat penting. Dalam belajar jangan melupakan kebenaran (dharma).

Dabdabang dewa dabdabang, mungpung dewa kari alit, melajah ningkahang awak, darma patute gugonin, da mamokak iri hati, duleg kapin anak lacur, da bongkak kaping awak, ento metu saking bibih, ngawe musuh, saking dabdab makaruna (Tam Tam, Sinom 1, bait 13).
Terjemahan:
Berhati-hatilah anakku, mumpung masih muda, belajarlah bertingkah laku, berpedomanlah kepada kebenaran, jangan sombong jangan iri hati, jangan mencela orang miskin, jangan menyombongkan diri, itu ke luar dari ucapan, dan membuat musuh, berbicaralah dengan hati-hati.

Pada bagian akhir dari Geguirtan Tamtam, pengarang juga berpesan lewat tokohnya kepada pembaca agar semasih muda haruslah berusaha memperkaya diri dengan ilmu pengetahuan. Pesan ini disampaikan oleh tokoh Tamtam yang telah dijadikan raja bergelar Jayapurusha. Pendidikan tentang “kebenaran sejati” ini disampaikan lewat pupuh Pangkur bait 1 ─ 18. Pendidikan tentang “catur marga” disampaikan lewat pupuh Sinom 3 mulai bait 1-21. pendidikan tentang “isi kebenaran dan yang empat” disampaikan lewat pupuh Smarandana 2 mulai bait 1-25 serta lewat pupuh Ginada 2 bait 1-10. Berikut ini hanya dikutip satu contoh, yakni bait 10 pupuh Ginada 2 disertai terjemahan bebas.

Sang Prabu Jayapurusha, seken patekete mangkin, duh Dewa Raja Asia, sasukate sami kantun, mekarya dewa saratang, naya pasti, pelajahin apang tatas (Tam Tam, pupuh Ginada 2, bait 10).
Terjemahan:
Raja Jayapurusha, nasihatnya sangat penting, wahai raja Asia semuanya, semasih hidup, pentingkanlah bekerja, upayakan yang pasti, dan pelajari sampai benar paham.

 

Amanat tentang sifat satria

Yang dimaksud dengan sifat satria di sini adalah berani mengakui kekurangan sendiri dan mengakui kelebihan orang lain serta tidak melakukan kecurangan untuk menyembunyikan kekurangan diri sendiri. Hal ini dilakukan oleh Raja Basu Kesti kepada putrinya sendiri, yakni Dewi Adnya Swari. Untuk menjawab pertanyaan Tamtam, Dewi Adnya Swari melakukan kecurangan, yakni dengan membuat Tamtam mabuk. Setelah mabuk dikoreklah jawaban pertanyaan Tamtam dari mulut Tamtam sendiri. Namun, Tamtam segera sadar, maka dicarilah bukti untuk membuktikan kecurangan Sang Dewi. Bukti dimaksud membawa Tamtam dinikahkan dengan Dewi Adnya Swari dan sekaligus menjadi Raja dengan gelar Jayapurusha.

Sifat satria Raja Basukesti dilukiskan pada bait 45 pupuh Sinom 2. Pesan itu sebenarnya disampaikan kepada pembaca supaya dalam melakukan sesuatu tetap berpijak pada sifat satria. Berikut ini kutipannya disertai terjemahan bebas.

Prabu Mesir lintang duka, ring putrane Raden dewi, dudu solah satria utama, manyingse ngalih pikolih, endatan jati ratu luwih, mengaran purusa dudu, solah nyasar ring laksana, bapa jani mamoyanin, jatin ipun, cening kasor ring payudan (Tam Tam, pupuh Sinom 2, bait 45).
Terjemahan:
Prabu Mesir sangat marah, kepada putrinya, itu bukan sifat satria utama, mencari hasil dengan menyiksa, itu bukan ratu yang baik, dan disebut tidak pemberani, karena perilaku berbeda dengan perbuatan, sekarang ayah yang menilai, sebenarnya kau kalah melawan Tamtam.

Amanat tentang hakikat kebenaran dan hakikat tujuan hidup

Geguritan Tamtam menyampaikan ajaran mengenai dasa sila yang dapat dijadikan landasan untuk mencapai kebenaran dalam hidup ini yang dapat pula sebagai bekal untuk mencapai kebahagiaan, baik di dunia ini maupun di akhirat. Kebenaran adalah penyangga dunia dan tidak pernah hilang walaupun seisi dunia ini musnah. Kebenaran adalah asal mula adanya dunia ini. Kebenaranlah yang paling utama di dunia ini. Hal ini dilukiskan dalam dialog Tamtam kepada raja-raja Asia, yang disampaikan lewat pupuh Pangkur. Berikut ini dikutip beberapa contohnya serta diberi terjemahan bebas.

Yatna bapa mamirengang, sareng sami miwah watek mangiring, patute nika satuwuk, sane langgeng nora obah, nika setata, ngamong wates pinih kukuh, ida mikayunin tan tandingan, galang manyusupin gumi (Tam Tam, pupuh Pangkur, bait 2).
Terjemahan:
Senang bapa mendengarkan, semuanya yang mengikuti, kebenaran itu selamanya, abadi dan tidak berubah, itu selalu, memegang batas terkuat, pemikir tanpa tanding, terang memenuhi dunia.

 

Ida sane menabdabang, menetepang upacara daging gumi, lan pauger sane bakuh, maka wenang nyaroning jagat, nika winih, ngadakang magenep bulu, dumilahnya tan tandingan, galang menyusupin gumi (Tam Tam, pupuh Pangkur, bait 3).
Terjemahan:
Kebenaranlah yang mengatur, menetapkan segala yang berlaku di dunia, dan hukum terkuat, juga penyuci dunia, itulah yang pokok dan penyebab segala macam, kehebatannya tak tertandingi, terang memenuhi jagat raya.

Jika dikaitkan dengan tujuan hidup sesuai ajaran agama Hindu, maka tujuan hidup ini adalah untuk mencapai kebahagiaan abadi atau moksa. Tujuan hidup dimaksud tercermin dalam keseluruhan Geguritan Tam Tam. Tujuan hidup inilah yang dimaksud dengan “kualitas hidup lebih baik”, yang telah disebutkan pada tema.

Pupuh Smarandana yang dikutip berikut ini, mengamanatkan agar pembaca tidak hanya mementingkan materi dalam menjalani kehidupan ini. Juga diamanatkan bahwa materi dapat membuat manusia lupa terhadap hakikat tujuan utama manusia hidup. Berikut ini dikutip beberapa bait, yakni bait 4-7 pupuh Smarandana 2 disertai terjemahan bebas. 

Katah sane wus mabukti, jadmane ne kahuluran, nulia lali ring kotamane, bingung nora lingu apa, edan paling maring jinah, yadin sugih jinah liyu, dudu ika ngaran kasukan (Tamtam, pupuh Smarandana 2 , bait 4).
Terjemahan:
Banyak telah terbukti, orang yang hidup berlebihan (harta), lupa dengan keutamaan hidup, bingung tidak ingat apa-apa, tergila-gila pada uang, walaupun kaya dan uang banyak, bukanlah itu namanya kebahagiaan.

 

Punika kasukan gumi, sinah ipun uning hilang, akweh jadma buduh keto, dening dewa kasujadman, sanget sugih mas perak, arepang anggen tatulung, pidanayang ring beraya (Tam Tam, pupuh Smarandana 2 , bait 5).
Terjemahan:
Itu kesenangan duniawi, yang bisa habis, banyak orang gila seperti itu, karenanya anakku sebagai manusia, jika kaya harta benda, utamakan untuk menolong, berikan kepada sesama.

 

Katah dewa wus mabukti, yan bandingang ring itiwas, dadi kuli slaku salon, ngajak kadang pianak somah, wantah jangkep asandangan, sadina tetep asuku, lega girang ya mecanda (Tam Tam, pupuh Smarandana 2 , bait 6).
Terjemahan:
Banyak telah terbukti anakku, bila dibandingkan dengan si miskin, yang menjadi kuli dan mengajak semua keluarganya, hanya cukup sekali makan, sehari-hari tetap sangat sedikit, tetapi mereka selalu riang.

 

Bisa sahi ya magending, bandingang ring tumben tiwas, med ipun mati selsel, keto dewa yan rasayang, gede momo agung lara, awake kebatek kudu, swarga sarta dadi neraka (Tam Tam, pupuh Smarandana 2 , bait 7).
Terjemahan:
Mereka dapat bernyanyi setiap hari, bandingkan dengan orang yang jatuh miskin, ia mati karena menyesal, begitulah anakku bila dirasakan, besar keserakahan besar pula kesengsaraan, terlalu menginginkan sorga tetapi menjadi neraka.

Kutipan berikut dapat pula mempertegas bahwa keterikatan terhadap materi dapat membuat manusia lupa terhadap tujuan hidup ini. Contoh ini dikutip dari pupuh Sinom 3, bait 12 dan 13 disertai terjemahan bebas.

Dini tongos paling kasar, pati selselan dumadi, dini tongos suka duka, tuwuh demene menglantarin, suka sekalane dini, boya iku suci tuhu, tan nyandang iku buwatang, eda mayus maminehin, aja punggung, ngekoh hati dewa melajah (Tam Tam, pupuh Sinom 3, bait 12).
Terjemahan:
Di sini tempat yang jelek, tempat penyesalan kelahiran, di sini tempat suka dan duka, sebab kesenangan melatari, kesenangan duniawi di sini, bukan itu suci sebenarnya, dan tidak semestinya diutamakan, jangan malas berpikir, jangan kaku, dan jangan malas belajar.

 

Punika dados pelantang, ngawinang sukeh memargi, wates patute elingang, kurang demene talinin, mangda bebas jaga mulih, angungsi jagate luwung, siatin i rajah tamah, patute dewa teliti, kadong caluh, nuwut rurung kasuniatan (Tam Tam, pupuh Sinom 3, bait 13).
Terjemahan:
Semua itu sebagai penyebab, yang menyebabkan sulit berjalan, batas kebenaran diingat, kesenangan dibatasi, supaya bebas pulang, menuju dunia yang indah dan abadi, lawanlah hawa nafsu dan rasa malas, kebenaran yang dituruti, supaya terbiasa, mengikuti jalan kemoksaan.

 

Amanat tentang hukum karma phala

Manusia hidup menjalani hasil karma-nya. Siapa yang berbuat dia pulalah yang menikmatinya. Apapun perbuatan seseorang itu pulalah yang dinikmatinya. Inilah yang disebut dengan “hukum karma phala”. Amanat seperti ini termuat pada Geguritan Tamtam, pupuh Smarandana 2 bait 22 yang dikutip berikut ini disertai terjemahan bebas.

Tur sambilang mengalapin, tetanduran duke kuna, manis pahit masem gelon, sang nandur patut ngrasayang, tong dadi ya pasingkwang, dening raga nandur dumun, onyang tong dadi sisayang.
Terjemahan:
Dan sambil memetik, tanaman yang ditanam dahulu, manis pahit asam dan yang tidak enak, yang menanam seharusnya menikmati, tidak bisa ditukarkan, sebab dahulu diri sendiri yang menanam, harus semuanya tidak bisa disisakan.




Beryadnya dengan Sharing

Tak akan Mengurangi Pengetahuan

BACA JUGA