- 1RSI ChANAKYA
- 2TUJUAN AJARAN NITI SASTRA
- 3NITI SASTRA DALAM DIRI
- 3.1a. Berpikir yang baik
- 3.2b. Berkata kata yang baik
- 3.3c. Berbuat yang Baik
- 4NITI SASTRA DALAM KELUARGA
- 4.1Peranan seorang Suami/ayah
- 4.1Peranan seorang Istri
- 4.1Tugas seorang Putra
- 5NITI SASTRA DALAM MASYARAKAT
- 5.1Memilih Sahabat
- 5.1Kewaspadaan
- 5.1Kebahagiaan
- 6KEPEMIMPINAN HINDU DALAM NITI SASTRA
- 6.1Syarat-syarat Pemimpin
- 6.1.11. Catur Pariksa
- 6.1.22. Panca Stiti Dharmaning Prabhu
- 6.1.33. Sad Warnaning Rajaniti
- 6.1.14. Catur Kotamaning Nrpati
- 6.1.25. Tri Upaya Sandhi
- 6.1.36. Panca Upaya Sandhi
- 6.1.47. Asta Brata
- 6.1.18. Nawa Natya
- 6.1.29. Panca Dasa Pramiteng Prabhu
- 6.1.310. Sad Upaya Guna
- 6.1.411. Panca Satya
- 7CATUR VARNA DALAM NITI SASTRA
- 7.1a. Brahmana
- 7.1b. Ksatriya
- 7.1c. Waisya
- 7.2d. Sudra
- 8BHAKTI DALAM NITI SASTRA
- 9WANITA DALAM NITI SASTRA
- 9.1Kedudukan Wanita dalam Sastra Hindu
- 9.1Swadharma Wanita
- 9.1Wanita pada masa Brahmacari
- 9.1Wanita dalam masa Grahasta
- 9.2Memperlakukan dan Menjaga Wanita
- 10PENGETAHUAN DALAM NITI SASTRA
- 10.1BERBOHONG YANG DIBENARKAN
- 10.1NILAI DHARMA DALAM NITI SASTRA
WANITA DALAM NITI SASTRA
Kedudukan Wanita dalam Sastra Hindu
Sebelum berbicara mengenai kedudukan wanita dalam sastra tentu kita ingat tentang peranan wanita dalam keluarga. Orang yang melahirkan kita setelah mengandung selama sembilan bulan adalah Ibu. Orang yang merawat dan menyusui kita ketika baru lahir sampai kita menjadi tumbuh adalah seorang ibu. Kasih sayang seorang ibu kepada anaknya tak terbayarkan atau tergantikan oleh apapun. Ketika berbicara kedudukan ibu sesungguhnya tak bisa diungkapkan dengan kata-kata.
Dalam sastra hindu wanita memiliki kedudukan yang sangat utama dalam kehidupan. Wanita dikatakan sebagai sumber kehidupan, kedamaian, serta kebahagiaan. Seperti diuraikan dalam kitab Manawa Dharmasastra III.56 diuraikan pandangan terhadap hakikat wanita yaitu:
Yatra naryastit pujyante Ramante tartra dewatah yatraitastu na pujyante sarvaslalah kriyah
Terjemahannya:
Dimana wanita dihormati disanalah para Dewa senang dan melimpahkan anugerahnya. Dimana wanita tidak dihormati tidak ada upacara suci apapun yang memberikan pahala mulia (Sudharta, 2009: 105).
Sociante Jamayo yatra Vinasyatyasu tat kulam, Na socianti tu yatraitu Varddhate tanghi sarvada
Manawa Dharmasastra, III.57
Terjemahannya:
Dimana warga wanitanya hidup dalam kesedihan, keluarga itu cepat akan hancur, tetapi dimana wanita itu tidak menderita, keluarga itu akan selalu bahagia.
Dalam kutipan sloka Manawa Dharmasastra di atas dikatakan bahwa wanita merupakan ciptaan yang sangat mulia di hadapan Tuhan, karena wanita memiliki peranan yang lebih tinggi daripada laki-laki. Apa yang bisa dilakukan oleh seorang laki-laki juga bisa dilakukan oleh seorang wanita, dan apa yang dilakukan oleh wanita belum tentu bisa dilakukan oleh laki-laki, Scperti contoh laki-laki rnenjadi kepala keluarga, seorang wanitapun bisa melakukan itu.
Akan tetapi wanita menjadi seorang ibu yang mempunyai peran mengandung serta melahirkan seorang anak, dan laki-laki tak dapat melakukan hal itu. Disini wanita memiliki peranan yang sangat mulia karena telah berjuang sampai mempertaruhkan nyawa hanya untuk melahirkan seorang putra. Tidak ada manusia didunia ini yang tidak berasal dari kandungan seorang ibu, dan belum pernah seorang bapak yang melahirkan putranya.
Sri Krisna, Sri Rama, serta Arjuna pun dilahirkan oleh seorang ibu, dan dari zaman dahulu kala hakikat seorang wanita sangatlah dimuliakan karena perannya. Ketika seseorang telah menyakiti wanita saraa halnya dengan telah menyakiti seorang ibu, begitu juga sebaliknya ketika seseorang mau menghargai wanita sama halnya telah menghormati seorang ibu. Dari kutipan tersebut dikatakan bahwa para dewa sangat menghargai wanita karena kehalusan hati serta kasih sayangnya yang melebihi segalanya.
Dari kedua sloka diatas disimpulkan bahwn hakikat wanita lebih istimewa dibandingkan dengan lelaki, karena wanita memiliki peranan yang multifungsi yaitu bisa menjadi seorang ibu yang bisa melahirkan dan juga bisa menjadi seorang ayah yang membesarkan serta menjaga putranya. Selain itu wanita juga bisa melebihi dari laki-laki baik dalam bidang kelembutan hati maupun keberaniannya sehingga wanita dikatakan sumber kehidupan, kesejukan dan lainnya.
Disamping sosok seorang wanita yang agung nan mulia, tidak sedikit yang mengatakan wanita adalah sumber kesengsaraan bagi manusia. Dalam sastra diuraikan bahwa ada tiga hal penyebab kehancuran bagi seseorang yaitu Harta, Tahta, dan Wanita. Wanita dikatakan sebagai sumber kehancuran bagi laki-laki karena dengan kecantikannya wanita akan memikat laki-laki dan tidak sedikit lelaki yang rela melakukan apasaja demi wanita.
Seperti halnya ceritra Ramayana dimana Rahvana mabuk karena wanita, dan rela mempertaruhkan apapun untuk memperjuangkannya. Selain itu pada ceritra pemutaran gunung mandara giri dimana para Dewa, Detya dan Raksasa berebut tirta amerta dan akhirnya dewa Wisnu menyamar menjadi wanita cantik sehingga tirta amrta diserahkan kepada wanita cantik (jelmaan dewa wisnu) oleh detya dengan raksasa tersebut. Dari kedua ceritra tersebut dibuktikan bahwa pengaruh wanita begitu besar bagi laki- laki, dan tidak sedikit lelaki yang terbuai dan hancur karena wanita. Seperti yang tertera dalam Sarasamuccaya, 434 berikut ini:
“Tattwanikang stri ngaranya, sulap, bancana juga Ya, makawak krodha, kimburu, matangnyan Dinohan ika de sang pandila, tan hana pahinya Lawan amedhya, bibhatsa, wastu campur”,
Terjemahan:
Sesungguhnya wanita itu tak lain dari pada sulap, berbahaya, berwujud kemarahan, cemburu, oleh karena itu maka dijauhkan oleh sang pandita, sebab tiada bedanya dengan sesuatu yang tidak suci (untuk digunakan kurban kebaktian), sesuatu yang menjijikan, sesuatu yang kotor” (Kadjeng, 1997:339).
Dari untaian sloka diatas dapat disimpulkan bahwa wanita sebagai penghancur karena wanita menebarkan pesona yang memikat, wanita juga menimbulkan konflik karena cemburu dan lain sabagainya. Sehingga wanita dikatakan sebagai racun dunia dan sumber penderitaan bagi seseorang yang telah menjadi sakit karena wanita. Selain sloka diatas dalam Canakya Niti Sastra juga dikatakan bahwa jangan pernah percaya kepada wanita karena wanita diibaratkan binatang yang bercakar. Sesunggulmya wanita yang dimaksud diatas adalah wanita jalang atau wanita yang tak bisa menempatkan dirinya.
Pandangan yang buruk kepada wanita disebabkan karena banyak hal diantaranya karena si wanita sendiri yang melakukan hal diluar koridornya sebagai wanita misalnya merebut suami orang lain, memancing niat jahat dengan berpakaian yang kurang beretika dan lain sebagainya. Kesalahan ini tak sepenuhnya disebabkan karena wanita, lelaki pun hendaknya pandai membawa diri agar tidak terpikat oleh wanita jalang tersebut dan menyebabkan kehancuran. Dari banyak pandangan terhadap wanita dapat disimpulkan bahwa hakikat wanita sangatlah mulia dan para dewa pun senantiasa melindungi orang yang menghargai wanita.
Wanita dikatakan mulia dalam hal ini ketika wanita tersebut menjalankan sesana baik sebagai seorang istri maupun seorang ibu. Begitu juga sebaliknya ketika wanita keluar dari sesananya dia akan di cap sebagai wanita jalang, racun dunia, dan sumber bencana. Maka dari itu baik buruk dari wanita bisa dilihat dari etika, tata bahasa serta penampilannya. Disamping itu bagi orang yang menilai wanita hendaknya memposisikan wanita sama halnya memposisikan sebagai ibu kandung kita sendiri dan jangan pernah mencederai wanita. Karena wanita bisa menjadi madu yang manis dan juga bisa menjadi racun yang sangat pahit.