- 1RSI ChANAKYA
- 2TUJUAN AJARAN NITI SASTRA
- 3NITI SASTRA DALAM DIRI
- 3.1a. Berpikir yang baik
- 3.2b. Berkata kata yang baik
- 3.3c. Berbuat yang Baik
- 4NITI SASTRA DALAM KELUARGA
- 4.1Peranan seorang Suami/ayah
- 4.1Peranan seorang Istri
- 4.1Tugas seorang Putra
- 5NITI SASTRA DALAM MASYARAKAT
- 5.1Memilih Sahabat
- 5.1Kewaspadaan
- 5.1Kebahagiaan
- 6KEPEMIMPINAN HINDU DALAM NITI SASTRA
- 6.1Syarat-syarat Pemimpin
- 6.1.11. Catur Pariksa
- 6.1.22. Panca Stiti Dharmaning Prabhu
- 6.1.33. Sad Warnaning Rajaniti
- 6.1.14. Catur Kotamaning Nrpati
- 6.1.25. Tri Upaya Sandhi
- 6.1.36. Panca Upaya Sandhi
- 6.1.47. Asta Brata
- 6.1.18. Nawa Natya
- 6.1.29. Panca Dasa Pramiteng Prabhu
- 6.1.310. Sad Upaya Guna
- 6.1.411. Panca Satya
- 7CATUR VARNA DALAM NITI SASTRA
- 7.1a. Brahmana
- 7.1b. Ksatriya
- 7.1c. Waisya
- 7.2d. Sudra
- 8BHAKTI DALAM NITI SASTRA
- 9WANITA DALAM NITI SASTRA
- 9.1Kedudukan Wanita dalam Sastra Hindu
- 9.1Swadharma Wanita
- 9.1Wanita pada masa Brahmacari
- 9.1Wanita dalam masa Grahasta
- 9.2Memperlakukan dan Menjaga Wanita
- 10PENGETAHUAN DALAM NITI SASTRA
- 10.1BERBOHONG YANG DIBENARKAN
- 10.1NILAI DHARMA DALAM NITI SASTRA
BERBOHONG YANG DIBENARKAN
Setiap orang yang hidup didunia ini pasti pernah melakukan kebohongan, yang membedakannya adalah besar dan kecilnya tingkat kebohongan tersebut. Walaupun kebohongan dikatakan sebagai perbuatan yang kurang baik, akan tetapi terkadang kita juga harus berbohong demi kebaikan. Sama halnya seperti kebohongan yang dilakukan oleh Yudhistira pada perang Bratayudha. Pada kitab Drona Parwa diceritrakan bahwa maharaja Yudistira juga pernah melakukan kebohongan kepada maha guru Drona Charya.
Yudistira mengatakan kepada guru Drona bahwa putra dari guru Drona yaitu Asvatama sudah meninggal. Walaupun sesungguhnya Yudistira mengatakan bahwa Asvatama yang meninggal adalah gajah. Karena kebohongannya tersebut sehingga membuat guru Drona menyerah dan pasrah dalam berperang dan akhirnya dibunuh oleh Drestayumena. Kebohongan yang dilakukan oleh Yudistira dilakukan karena untuk menyelamatkan kerajaan dan pasukannya. Kebohongan dalam keadaan tertentu memang perlu dilakukan untuk menyelamatkan diri alau yang lainnya dari mara bahaya. Seperti yang tertera pada sloka dibawah ini:
Natyantam saralair bhavyam Gatva pasya vanasthalim Chidyante saralas tatra Kubjas tisthanti padapah,
Canakya Niti Sastra, VII. 12
Artinya:
Janganlah hidup terlalu lurus atau terlalu jujur, sebab begitu Anda pergi ke hutan Anda akan melihat bahwa pohon-pohon yang lurus ditebang, sedangkan pohon-pohon yang bengkok dibiarkan hidup.
Dalam Kakawin Niti Sastra juga dikatakan bahwa ada lima kebohongan yang boleh dilakukan:
Lima wilanging mreseka gawayen taman pamuhareka papa wangnnen, Ri sedeng angutasawathawa wiwaha-kala ri karaksening wijuga, Athawa muwah karaksani hurip nanarma masiwo-siwo mresa, kita, Lyana saka ring limeka kawaweng kawah kita tekapning aswalaliata.
Kakawin Niti Sastra, VI.4
Terjemahan:
Ada lima macam kebohongan yang dapat dilakukan dengan tidak ada hukumannya, diwaktu sedang berpesta, waktu pertemuan pengantin (waktu pengantin lelaki dan perempuan pertama kali bertemu), guna menjaga harta benda, guna melindungi nyawa, dan waktu bersenda gurau. Diluar kelima macam ini, engkau akan dibawa kekawah (neraka).
Pada Kakawin diatas dikatakan bahwa dibenarkan kebohongan untuk lima hal tersebut. Kebohongan disaat berpesta dan bersenda gurau itu dibenarkan selama keinginannya untuk membuat tertawa dan menghibur para undangan pesta. Berbohong disaat bercumbu rayu, untuk menyelamatkan harta dan nyawa juga dibenarkan. Selama kebohongan yang dilakukan untuk suatu kebaikan itu bisa dibenarkan. Dengan demikian kebohongan yang bisa dibenarkan dalam kehidupan sehari-hari yaitu:
- Berbohong kepada orang sakit
- Berbohong kepada anak kecil
- Berbohong kepada musuh yang mengancam
- Berbohong kepada orang jahat
- Berbohong demi menyelamatkan nyawa seseorang
- Berbohong pada saat bercumbu rayu
- Berbohong pada saat bercanda
- Berbohong disaat berdagang
Dosa dari kebohongan yang dilakukan tidak sepenuhnya diterima asalkan didasari dengan keinginan untuk kebaikan. Sebab apapun yang dilakukan atas dasar keinginan yang baik pasti akan mendapatkan kebaikan. Akan tetapi apabila melakukan kebohongan hanya untuk memuaskan diri akan mendapat dosa yang berlipat ganda. Seperti pada sloka dibawah ini:
Mresa kita ring triyak dasani warsa pap linakonta kajaring aji. Sama-sama manuseka sala warsa durgati bhinukti yan mresa kita. Yadi kita mitya ring widhi sahasa warsa lawasing kapataka kita. Guru lininoklinok tan hana hinganing tahun ananta pataka katemu.
Kakawin Niti Sastra, VI.3
Terjemahan:
Kalau engkau berbohong pada binatang, engkau akan mendapat hukuman selama sepuluh tahun. Demikian bunyi kitab ajaran agama. Kalau engkau berbohong pada sesama manusia, engkau akan mendapat siksaan dalam neraka selama seratus tahun. Kalau engkau berbohong terhadap guru hukumanmu selama seribu tahun, (tetapi) jika engkau berbohong terhadap Tuhan, derita yang engkau terima dari tahun ke tahun akan tidak habis- habisnya.
Kalinganya, ikang wwang mangdwa-dwa tiryak, sadasatahun
Kapapanya, ikang wwang mangdwa-dwa manusa, satus tahun kapapanya, ikang mangdwa-dwa sang prabhu, sewu tahun kapapanya, ikang mangdwa- dwa ri sang pandita, mwang mangdwa-dwa dewa, tan pahingan kapapanya, ling sang hyang aji.
Slokantara sloka 70 (8)
Teijemahan:
Dusta yang dilakukan terhadap mahluk yang, lebih rendah itu membawa dosa sepuluh kali lipat, dusta terhadap sesama manusia membawakan dosa seratus kali lipat, terhadap raja menimbulkan seribu kali lipat dosa, dan terhadap pertapa, dewa-dewa menyebabkan dosa yang tak terbatas.
Pada Kakawin Niti Sastra dan Slokantara diatas dijelaskan tentang berapa tingkat dosa yang diterima oleh orang yang melakukan kebohongan. Apabila melakukan kebohongan kepada mahluk yang lebih rendah akan mendapat dosa sepuluh kali lipat, kepada sesama manusia seratus kali lipat, kepada raja atau guru seribu kali, dan tak terhingga dosanya apabila berbohong kepada para pertapa dan dewa-dewa. Walaupun dalam kitab yang lain juga ditemukan tentang akibat berbohong, yang pada intinya berbohong sangatlah tidak disukai oleh para dewa. Para Dewa lebih suka terhadap mereka yang selalu jujur dalam berbuat, karena kejujuran merupakan jalan kebenaran yang sejati.