- 1Komplek Pura di Besakih
- 1.1Jenis Pura Yang Berada Di Luhuring Ambal-Ambal Pada Komplek Pura Besakih
- 1.1.11. Pura Kiduling Kreteg
- 1.1.12. Pura Batu Madeg
- 1.1.13. Pura Gelap
- 1.1.14. Pura Penataran Agung
- 1.1.25. Pura Peninjoan
- 1.1.16. Pura Pengubengan
- 1.1.17. Bentuk Pura Tirtha
- 1.1Fungsi Pura Yang Berada Di Luhuring Ambal-Ambal Pada Komplek Pura Besakih
- 1.1.11. Fungsi Pura Kiduling Kreteg
- 1.1.12. Fungsi Pura Batu Madeg
- 1.1.13. Fungsi Pura Gelap
- 1.1.14. Fungsi Pura Penataran Agung Besakih
- 1.1.15. Fungsi Pura Peninjoan
- 1.1.16. Fungsi Pura Pengubengan
- 1.1.17. Fungsi Pura Tirtha
- 1.1Makna Pura Yang Berada Di Luhuring Ambal-Ambal Pada Komplek Pura Besakih
- 1.1.11. Makna Pura Kiduling Kreteg
- 1.1.12. Makna Pura Batu Madeg
- 1.1.13. Makna Pura Gelap
- 1.1.14. Makna Pura Penataran Agung Besakih
- 1.1.15. Makna Pura Peninjoan
- 1.1.16. Makna Pura Tirtha
6. Fungsi Pura Pengubengan
Pura Pengubengan adalah salah satu kompleks Pura Luhuring Ambal-Ambal yang letaknya paling jauh dari Pura Penataran Agung Besakih. Jarak Pura Pengubengan kurang labih satu setengah kilo meter dari Pura Penataran Agung Besakih. Pura ini berada pada areal ketinggian, sehingga dapat melihat sebagian daerah di pulau Bali, terlebih lagi ketika cuaca mendukung.
Pura Pengubengan difungsikan sebagai tempat suci untuk memuja Naga Taksaka. Menurut Jero Mangku Ngurah (Wawancara, 6 Oktober 2012), di pura Pengubengan ini pula linggih atau sthana dari Ida Bethara Gunung Agung. Pada utama mandala atau halaman utama pura terdapat pelinggih utama, yaitu Meru tumpang solas atau sebelas. Kalau diperhatiakan, Meru tumpang sebelas memiliki pintu yang mengarah ke arah mata angin. Dalam urainnya, Wiana (2009: 225) menyebutkan bahwa pelinggih Meru dengan lubang pintu mengarah ke arah mata angin adalah sebagai simbol alam atas atau angkasa dengan dewanya Naga Taksaka.
Pura Pengubengan sebagai sthana Naga dapat disimbolkan sebagai gerakan lapisan udara dan angkasa. Udara adalah sangat penting bagi kehidupan, semua mahluk hidup membutuhkan udara untuk bernafas atau hidup. Udara berada dalam ruang, dan udara ini yang memberikan daya hidup bagi dunia, sehingga udara memiliki kedudukan yang mulia menurut keyakinan Hindu. Sebagaimana Veda sering menyebutkan bahwa udara adalah jiwa para dewa, demikian pula udara menciptakan alam semesta ini, seperti dalam matram Rgveda berikut:
Atma devanam bhuvanasya garbah. (Rgveda. X. 168)
Terjemahan:
Udara adalah jiwa para dewata. Ia menciptakan alam semesta (Titib, 1996: 616).
Mantram Rgveda tersebut menyatakan bahwa udara sangat berharga dan penting bagi para dewa, demikian pula bagi alam semesta. Mantram Rgveda lainnya juga menyebutkan bahwa udara adalah dewanya seluruh dunia, sebab udara penting dalam kehidupan, dan udara disimbolkan dengan sosok dewa yang disebut dengan Dewa Naga Taksaka yang dipuja di Pura Pengubengan. Jadi secara keseluruhan, keberadaan Pura Pengubengan difungsikan untuk memuja Tuhan dalam manifestasinya sebagai Dewa Naga Taksaka sebagai dewa angin dan angkasa.
Selain fungsi tersebut di atas, Pura Pengubengan juga memiliki fungsi sosial, estetika, media pendidikan teologi dan fisafat. Seperti uraian sebelumnya, bahwa keberadaan Pura Luhuring Ambal-Ambal dapat difungsikan sebagai media menbangun kebersamaan dengan prinsif sevanam (pelayanan). Pura Pengubengan
juga memiliki fungsi yang sama, yaitu membangun kesadaran masyarakat untuk saling menghormati antar sesama umat Hindu. Kesadaran bersama untuk memandang bahwa semuanya adalah saudara dapat diilhami dari pemujaan Dewa Naga Taksaka atau Bethara Gunung Agung. Seperti diketahui, Naga Taksaka adalah dewanya udara, udara berada ada dimana- mana, dan menempati setiap ruang. Udara akan menempati ruang kendi yang terbuat dari emas, demikian pula akan menempati ruang kendi yang terbuat dari tanah liat. Udara tidak membeda-bedakan, dan udara meresapi semuanya. Kesan ini harus dipahami umat Hindu untuk tidak memandang perbedaan sebagai suatu yang problematik.
Pura Pengubengan juga memiliki fungsi fundamental, yaitu sebagai hulunya banten pesaksi yang dihaturkan ke Surya saat ada upacara yajña yang diselenggarakan di Bali, baik upacara besar ataupun kecil. Di Pura Pengubengan inilah, disimbolkan para dewa menyaksikan setiap upacara yajña yang dilakukan di Pura Besakih yang dipimpin oleh para Pandita atau Rsi. Pura Pengubengan sendiri adalah sebagai sebuah simbol angkasa tempat tinggalnya para dewa, sebagaimana menurut Wiana (2009: 226), bahwa Pura Pengubengan adalah simbol angkasa sebagai linggih para Devata yang akan menyaksikan setiap prosesi yajña yang dilakukan umat Hindu di Pura Besakih atau di Bali pada umumnya. Upacara yajña tidak dapat dikatakan berhasil, jika tidak disaksikan oleh para dewa.
Pura Pengubengan sebagai media pengembangan seni dan budaya dapat dilihat saat puja wali. Pementasan tari sakral sebagai pengiring upacara sebagai suatu yang elementer dilaksanakan setiap ada wali atau yajña. Pura Pengubengan dapat pula dijadikan media pendidikan teologi dan filsafat, sebagaimana
dalam uraian sebelumnya. Pura Pengubengan dapat dijadikan media pengenalan ide tentang ketuhanan Hindu yang memuja ista dewata sebagai personifikasi Tuhan Yang Maha Esa.