- 1Komplek Pura di Besakih
- 1.1Jenis Pura Yang Berada Di Luhuring Ambal-Ambal Pada Komplek Pura Besakih
- 1.1.11. Pura Kiduling Kreteg
- 1.1.12. Pura Batu Madeg
- 1.1.13. Pura Gelap
- 1.1.14. Pura Penataran Agung
- 1.1.25. Pura Peninjoan
- 1.1.16. Pura Pengubengan
- 1.1.17. Bentuk Pura Tirtha
- 1.1Fungsi Pura Yang Berada Di Luhuring Ambal-Ambal Pada Komplek Pura Besakih
- 1.1.11. Fungsi Pura Kiduling Kreteg
- 1.1.12. Fungsi Pura Batu Madeg
- 1.1.13. Fungsi Pura Gelap
- 1.1.14. Fungsi Pura Penataran Agung Besakih
- 1.1.15. Fungsi Pura Peninjoan
- 1.1.16. Fungsi Pura Pengubengan
- 1.1.17. Fungsi Pura Tirtha
- 1.1Makna Pura Yang Berada Di Luhuring Ambal-Ambal Pada Komplek Pura Besakih
- 1.1.11. Makna Pura Kiduling Kreteg
- 1.1.12. Makna Pura Batu Madeg
- 1.1.13. Makna Pura Gelap
- 1.1.14. Makna Pura Penataran Agung Besakih
- 1.1.15. Makna Pura Peninjoan
- 1.1.16. Makna Pura Tirtha
3. Makna Pura Gelap
Pura Gelap salah satu Pura Catur Lawa adalah salah satu tempat suci yang difungsikan sebagai tempat pemujaan Dewa Iswara. Uraian sebelumnya telah dijelaskan bahwa kata Gelap sendiri berasal dari bahasa Bali Kuna yang berarti petir atau kilat yang sinarnya putih menyilaukan. Kata Gelap tersebut memiliki korelasi dengan apsek dewa yang dipuja di Pura Gelap, yaitu Dewa Iswara sebagai dewanya sinar atau cahaya. Makna teologis pura Gelap berkaitan erat dengan dewa yang dipuja, yakni Dewa Iswara sebagai salah satu aspek Tuhan sebagai dewa yang berfungsi untuk memberikan sinar kepada semua makhluk hidup. dalam teologis Siwa Sidhanta, Iswara adalah dewa penguasa arah timur yang memiliki simbol berwarna putih. Putih identik dengan cahaya, dan cahaya dapat menerangi kegelapan, baik kegelapan alam semesta (makrocosmos), maupun kegelapan diri (mikrocosmos).
Banyak dalam pustaka Suci Veda yang menjelaskan bahwa penciptaan alam semesta dengan isinya adalah muncul dari pijar tapa Tuhan. Pijar daya tapa dari Tuhan ini berwujud sinar cahaya yang menimbulkan zat cair, sehingga pada akhirnya berkondensasi dan memadat terjadilah alam semesta, seperti disebutkan dalam Brahadaranyaka Upanisad sebagai berikut:
….,Sa prthivy abhavat, tasyam asramyat,
Tasya srantasya taptasya tejo raso nivartatagnih.
(Brahadaranyaka Upanisad.I.2.2)
Terjemahan:
Dari Dia yang beristirahat dan dipanaskan (melalui latihan tapa) ini kilaunnya keluar segala penjuru sebagai cahaya (sinar) atau api (Radhakrisnan, 2008: 109).
Menyimak mantram dalam Brahadaranyaka Upanisad, sudah sangat jelas bahwasanya Tuhan melalui tapa mengeluarkan sinar cahaya kesegala arah, sehingga terciptanya alam berserta isinya. Berdasarkan pada hal itu, sinar atau cahaya adalah pusat dari alam semesta atau Bhuwana Agung (makrocosmos), sehingga pura Gelap dapat dikatakan sebagai pusatnya alam makrocosmos. Senada dengan itu Wiana (2009: 127), menyebutkan bahwa Pura Gelap adalah lambang dari pusat sinar Bhauwana Agung. Dengan sinar ciptaan Tuhan ini semua kekuatan unsur alam ini menjadi berfungsi sebagai sumber kehidupan semua makhluk hidup penghuni alam ini.
Pura Gelap sebagai pusat atau sumber sinar cahaya semesta sebagai sumber kehidupan, demikian pula sebagai sumber cahaya dalam diri (antaryamin). Cahaya dalam diri atau cahaya ketuhanan (divinity) dalam diri akan dapat muncul dalam diri, jika cahaya semesta selalu memancarkan sinarnya dengan terang, dan Pura Gelap adalah sumber dari cahaya tersebut. Makna ini hendaknya dapat dipahami oleh umat Hindu, sehingga umat Hindu mendapatkan kesan penyadaran diri pada saat melakukan persembahyangan di Pura Gelap. Jero Mangku Suyasa (Wawancara, 9 Oktober 2012), menuturkan bahwa cahaya di dalam diri akan tetap menyala, jika umat Hindu menyadari makna yang terkandung di balik keberadaan Pura Gelap ini. Konon, di tempat ini difungsikan sebagai tenpat para Rsi untuk melakukan kontemplasi diri, sehingga cahaya ketuhanan dalam diri bisa muncul. Oleh sebab itu, makna kosmologis teologis Pura Gelap hendaknya dipahami. Demikian pula keberadaan Pura Gelap mengandung makna sosial, estetika dan makna lainnya. Makna tersebut sama seperti yang terkandung pada pura lainnya, yakni sebagai pusat bertemunya masyarakat sosial, sehingga tumbuhnya solidaritas sosial, makna estetikanya dapat memunculkan keindahan yang tidak terlepas dari nilai kebenaran atau satyam, kesucian atau siwam.