Upakara Banten adalah alat bantu dalam pemujaan, sehingga timbul pengertian bahwa bali atau banten adalah “niyasa” atau simbol keagamaan.
Karena demikian sakralnya makna banten maka dalam Yadnya prakerti disebutkan bahwa mereka yang membuat banten hendaknya dapat berkonsentrasi kepada siapa banten itu akan dihaturkan/ dipersembahkan.
Tujuannya Banten dan Upakara
adalah agar Tukang Banten sudah mengetahui tata cara dan aturan-aturan dalam membuat banten misalnya dengan konsentrasi penuh melaksanakan amanat pemesan banten yang akan mempersembahkannya kepada Hyang Widhi.Di kala membuat banten kesucian dan kedamaian hati tetap terjaga, antara lain tidak mengeluarkan kata-kata kasar, tidak dalam keadaan kesal atau sedih, tidak sedang cuntaka, tidak sedang berpakaian yang tidak pantas, menggaruk-garuk anggota badan, atau membuat banten di sembarang tempat.
Disimpulkan bahwa ketika membuat banten, dikondisikan situasi yang suci, sakral, konsentrasi penuh, rasa bhakti dan kasih sayang kepada Hyang Widhi. Lihatlah ketika banten disiapkan untuk upacara besar di Besakih, tempat membuat banten disebut sebagai “Pesucian” yang tidak boleh dimasuki oleh sembarang orang atau orang yang tidak berkepentingan.
“Dewasa” atau hari baik untuk mulai membuat banten ditetapkan dengan teliti oleh para Sulinggih. Dalam puja-stuti pereresik banten juga diucapkan doa agar banten tidak dilangkahi anjing, ayam, atau dipegang oleh anak kecil, atau orang yang sedang cuntaka. Beberapa jenis banten utama bahkan hanya boleh dibuat oleh Sang Dwijati, misalnya Catur, dan Pangenteg Gumi.
Makna membuat banten
seperti yang dikemukakan di atas tiada lain agar kita dapat mewujudkan rasa bhakti dan kasih sayang kepada Hyang Widhi.
Banten Upakara & Puja Mantra
Hindu mengajarkan tentang konsepsi ketuhanan yang Nirguna tattwam dan
Saguna tattwam. Konsep Tuhan yang Nirguna berarti bahwa Tuhan itu tidak dapat digambarkan karena sifat Tuhan yang Acintya (tak terpikirkan). Sehingga untuk berhubungan dengan Tuhan melalui berbagai jalan, salah satunya dengan cara melaksanakan yadnya. Yadnya merupakan pengorbanan suci secara tulus ikhlas atas dasar kesadaran.
Upakara menjadi perwujudan aktivitas masyarakat untuk memantapkan perasaan batin dalam mendekatkan dirinya kepada Tuhan, menyatakan rasa bersyukur, memohon tuntunan, maaf dan keselamatan. Eksistensi upakara keagamaan di Bali memiliki keunikan tersendiri yang merupakan warisan dari leluhur secara turun-temurun dari generasi ke generasi.
Tradisi ini digunakan sebagai tata cara hidup manusia dalam bermasyarakat, berhubungan dengan Sang Pencipta dan lingkungannya. Upakara menjadi salah satu bentuk pelayanan yang diwujudkan dari hasil kegiatan kerja berupa materi (banten) yang dipersembahkan dalam suatu upacara keagamaan.
Upakara Warak Keruron, Ngelangkir & Ngelungah
Ketidaktahuan ataupun rasa malu membuat banyak pasangan yang pernah melakukan aborsi, akhirnya memilih membawa sebel atau kekotoran tersebut sepanjang hidupnya.
Kesebelan itu sebenarnya bisa ditebus (ditebusin) dengan cara melakukan upacara Warak Keruron atau Pangupa Ayu.
Disebutkannya, dalam Lontar Tutur Lebur Gangsa dan Sundari Gama, Atman telah bersemayam dalam janin sejak usia dua minggu kandungan ata ...
selengkapnyaPermohonan Tirtha Saraswati
Tetingkesnya dilakukan mempergunakan bahan-bahan: air, bija, menyan astanggi dan bunga.
Ambil setangkai bunga, pujakan mantra: Om, puspa danta ya namah.
Sesudahnya dimasukkan kedalam sangku. Ambil menyan astanggi, dengan mantram“Om, agnir, jyotir, Om, dupam samar payami“. Kemudian masukkan ke dalam pedupaan (pasepan).
Ambil beras kuning dengan mantram :
“Om, kung kumara wijaya Om phat“.
...
selengkapnyaNgantebang Banten Pejati
Menyalakan dupa:
Om Ang dupam samarpayami ya namah svaha
Ya Tuhan, hamba puja Engkau dalam sinar suciMu sebagai Brahma, pengantar bhakti hamba kepadaMu.
Menghaturkan dupa:
Om Ang dupa dipastra ya namah svaha
Ya Tuhan, hamba puja Engkau sebagai Brahma, hamba mohon ketajaman sinar sucimu dalam menyucikan dan menjadi saksi sembah hamba kepadaMu.
Membersihkan bunga dengan asap dupa:
Om puspa danta ya nam ...
selengkapnyaUpakara dan Tata Cara Mrelina Sumur
Sumur merupakan linggih Ida Bhatara Wisnu. Ketika sumur sudah dibuat, pantang untuk ditutup (diurug). Berbagai kejadian tidak enak menimpa masyarakat yang nekat menutup sumur karena berbagai alasan, seperti tidak difungsikannya lagi sumur tersebut mengingat sudah ada PAM, alasan lainnya karena sumur tersebut mengganggu pembuatan bangunan pada lokasi sumur tersebut. Ada juga yang tidak berani menutup sumur t ...
selengkapnyaUpakara Ngerapuh Carik (Sawah)
Bagi orang bali, yang ingin membangun rumah tinggal dimana asal tanah tempat rumahnya adalah sawah, ladang atau tegalan, maka hendaknya dibuatkan caru pengerapuh carik yang gunanya untukm mengganti fungsi sawah pertanian menjadi perumahan. Disamping itu dibuatkan juga caru panepas/penyapuh pundukan (sekat sajah/jalan) apabila tanah yang akan dibangun rumah ditengah-tengahnya atau wilayah rumah yang akan dib ...
selengkapnyaUpacara dan Banten Ngulapin
Kata Ngulapin berasal dari kata Ulap. Ulap adalah bahasa Jawa kuna dan juga bahasa Bali, yang artinya silau. Silau yang dimaksudkan di sini adalah seperti keadaan mata ketika menatap atau memandang sinar matahari. Kalau dijadikan kata majemuk menjadi ulap-ulap.
Ulap-ulap dalam bahasa Bali berarti suatu alat yang berbentuk empat persegi panjang/bujur sangkar, terbuat dari secarik kain putih yang beri ...
selengkapnyaUpakara Mendem Pedagingan
Setiap pelinggih atau bangunan Niyasa, di suatu Pura atau Sanggah Pamerajan harus dilengkapi dengan akah/ pedagingan, orti, palakerti dan ulap-ulap. Jika tidak demikian maka dalam Lontar Sanghyang Aji Swamandala disebutkan sebagai berikut:.... muang yen ngewangun kahyangan tan mapedagingan, nista, madya, utama, luwire wewangunane, mearan asta dewa, dudu kahyangan dewa ika, dadi umahing detya kubanda, ta ...
selengkapnyaUpakara Ngawit mekarya Wewangunan
Dasar Bambang
Tumpeng duang bungkul, mareruntutan jaje raka-raka magenepan, bene siap biying mapanggang, sampian tangge, banten punika maaled kulit peras.
Canang Pendeman
Canang burat wangi, canang pagerawos, canang tubungan, pasucian suang-suang atanding Kuangi, keraras, misi pipis solas (11) keteng, kuangene merajah ongkara merta.
Dipuncakne, dagingin kwangen, misi pipis telung dasa telu (33) keteng.
...
selengkapnyaBanten Caru Ayam Brumbun Eka Sata
Caru ayam brumbun eka sata sebagai salah satu bentuk usaha untuk menetralisir serta menyeimbangkan kekuatan alam semesta / Panca Maha Bhuta.
Sarana :
Olahan ayam Brumbun (ayam yang bulunya ada minimal 4 warna) dengan bayang-bayangnya (blulang) dialasi sengkuwi dibagi lima tanding. Disertai dengan datengan, daksina, penyeneng dan canang (untuk semua jenis caru).
Jenis-jenis caru eka sataCaru ayam b ...
selengkapnyaBanten Caru Panca Sata dan Rsi Ghana
Kekuatan perlindungan dari caru Panca Sata sesuai dengan penjelasan Lontar Kala Tattwa yaitu selama satu tumpek (35 hari). Perlengkapannya sama dengan caru eka sata namun dibuat 5 tanding dasar caru dimana warna dan jumlah segehan dllnya sesuai dengan pengidernya
Tata cara pengaturannya :Pada arah timur laut ditancapkan sanggah pasaksi, dimana hulunya menghadap timur laut.
Hias dengan tikar, candiga, ...
selengkapnya