- 1Landasan filosofis
- 2Landasan Etis dan Ritual
- 3Lokasi Pekarangan
- 4Jenis Pekarangan
- 5Tatacara Membangun Rumah Bali
- 5.1A. Dasar ukuran (geguat)
- 5.2B. Persiapan Membangun
- 6Nyukat / Mengukur Pekarangan Untuk Rumah Bali
- 7Mengukur tempat sanggah dan pelinggih
- 8Baik Buruknya Tempat Bangunan
- 9Ukuran Halaman Rumah
- 9.1Besarnya sesaka (Tiang)
- 9.1.1Panjang sesaka
- 9.1.2Ukuran Panjang Sesaka
- 9.1.3Ukuran Pepelutan Sesaka Bale
- 9.2Ukuran Rongan Bale
- 9.2.1Lebar Rongan Bale
- 9.2.2Ukuran Dedeleg Bale
- 9.2.3Ukuran Iga-Iga Bale
- 9.2.4Ukuran Bebataran Bale
- 9.2.5Ukuran Sendi
- 9.2.6Ukuran Likah (penyangga galar)
- 9.3Sikut Sesaka Jineng
- 9.4Ukuran saka Meru dan Jineng
- 9.4.1Pengiring Jineng
- 9.4.2Pengalap Rongan Jineng
- 9.4.3Pengalap Kapit Udang
- 9.4.4Pengemped Iga-iga (dibawah lambang)
- 9.1Sikut Kori (Pintu Gerbang) Rumah Bali
- 9.2Nama Bale Bali
- 9.3Angkul-angkul (Pintu Gerbang)
- 9.4Bale Cacad (Bale yang Tidak Baik)
- 9.5Mapahnya Bale Cacad
- 10Ngayum Bale (Memperbaiki Bale)
- 11Membangun Merajan
- 12Upakara Untuk Bangunan Rumah Bali
- 12.1Upacara untuk menebang kayu
- 12.2Upacara Merancang Bangunan
- 12.3Upacara Membuat Gegulak (Ukuran Bangunan)
- 13Melaspas Bangunan Bali
- 13.1Banten Pemelaspas Utama
- 13.2Banten Pemlaspas Madia
- 13.3Banten Pemlaspas Alit
- 13.4Rerajahan Ulap-ulap Bangunan
- 13.1Dasar Bangunan
- 13.2Pedagingan Pesimpenan Pewangunan
- 14Mantra Penganteban Muputang Bale
- 15Mantra Pemlaspas
- 16Jenis-Jenis Kayu Untuk Bangunan Bali
- 16.2.1Kayu untuk Jineng (lumbung)
- 16.2.2Kayu untuk Bahan Dapur
- 16.2.3Kayu Untuk Mrajan/pura
- 16.2.4Kayu untuk Bahan Kori
- 17Tata Cara Merubah Bangunan Bali
- 17.2.1Menambah dan Mengurangi Bangunan
- 17.2.2Memindahkan Rumah, Jineng dan Dapur
- 17.2.3Membeli Rumah yang Sudah Jadi
- 17.2.4Durmangala (Kekotoran Pekarangan)
- 18Dewasa Ayu Membangun Rumah Bali
- 18.2.1Dewasa Ayu
- 18.2.2Membangun menurut sasih
- 18.2.3Membuat rumah sesuai sasih
- 18.2.4Pindah rumah
- 18.2.5Larangan Membuat Rumah
- 18.2.6Tambahan
Jenis-Jenis Kayu Untuk Bangunan Bali
Kayu yang baik untuk bahan bangunan sesuai dengan Lontar Janantaka ialah :
- Kayu Ketewel (nangka) sebagai prabhu
- Kayu Jati sebagaipatih
- Wangkal sebagai Kanyuruhan.
- Sentul sebagai pengalasan
- Tehep sebagai arya
- Sukun sebagai demung
- Timbul sebagai tumenggung
- Prabhu Kepatihan adalah kayu klampuak, juwet, kaliasem, dan rambutan.
- Kayu yang tergolong gulma, semua jenis bambu, dan waduri.
- Kayu gebang: pohon enau, pohon kelapa, pohon buah
- Kayu kwanitan, sebagai petengen (bendahara).
- Kayu juwet, bengkel, jempinis, bentenu, slampitan, camplung, kayu sidem, gentimun, adis, suniba, blingbing talun, boni, klampuak, dentawas, dll.
Kayu untuk Jineng (lumbung)
- Kayu Pungut, Blalu, Katewel, Kutat
- Semua jenis bamboo. Kayu yang berbuah dan berbunga, atau pucangan.
Kayu untuk Bahan Dapur
- Kayu Wangkal, Klampuak, Juwet,
- Gulma, kayu gebang, dan semua jenis kayu yang berubah, kelapa juga baik, dan kayu anom.
Kayu Untuk Mrajan/pura
Untuk Pratima Dewata atu Pralingga:
- Kayu Cendana, untuk pratima Bhatara Siwa
- Kayu Majegau untuk pratima bhatara Sadasiwa
- Kayu Cempaka Kuning untuk Bhatara Paramasiwa.
Untuk pelinggih Rong Tiga
Kayunya adalah majegau, cempaka, cendana, bumi sari, kwanitan, gentawas, jempinis, bayur, waru, kayu sari, kayu tanjung, kayu sandat, kayu ceruring, kayu tutup, kayu pucangan (kelapa, pinang).
Kayu untuk Bahan Kori
Kayu kalikukum, kayu kalimoko, kayu jati, kayu kaliasem, kayu panulak bala.
Kayu yang Tidak Baik untuk Bangunan.
- Kayu yang tidak berbunga, namun secara tiba-tiba langsung berbuah. Kayu yang daun mudanya adalah tak subur. Kayu yang digunakan turus lumbung sebelumnya dan dicabut lagi digunakan untuk bangunan, ini yang tak baik.
- Kayu yang tumbuh di parahyangan jagat atau desa. Kayu yang tumbuh di pangkung (jurang), kayu yang tumbuh di kuburan, kayu yang tumbuh secara kembar yang alami tidak baik digunakan. Kayu yang dijilati api dan yang pernah terbakar, kayu yang hanyut di sungai, di pantai atau terdampar di sisi pantai. Kayu yang disambar petir, kayu yang terpunggul sendiri, dan kayu yang roboh sendirinya. Kayu yang mati tanpa sebab tidak baik dugunakan untuk bangunan.
- Kayu roboh sendirinya tanpa ada yang menebang, ini dihuni oleh Sang Adi Kala
- Kayu yang merupakan batas tembok pekarangan, tak baik digunakan untuk bahan bangunan
- Kayu yang tak baik untuk sanggah: ketewel, jati, benda ungu, sentul. Menyebabkan hilang wibawa kita.
- Kayu yang bekas digunakan upacara manusia yang meninggal atau pernah digunakan untuk upacara pitra yadnya
- Kayu yang intinya kayunya (soca) bertumpuk tiga dan saling berhadapan, tidak baik untuk bangunan.
- Kayu yang tumbuh dari tunas/embong/tunggak wareng
- Kayu bekas wadah/bade untuk upacara pitra yadnya, juga tidak baik untuk bangunan.
- Kayu bekas rumah yang disambar petir, terbakar
- Kayu bekas rumah yang roboh tanpa sebab
- Kayu bekas bale atau rumah tempat tinggal manusia, kemudian digunakan untuk mrajan atau sanggah atau tempat suci yang lain, tidak baik digunakan lagi.
- Kayu dongkang mekeem, juga tidak baik digunakan bahan bangunan (embud hati).
- Kayu yang batangnya busuk, tidak baik untuk bangunan
- Kayu yang saling menusuk dengan kayu yang lain tumbuhnya, tidak baik digunakan (suduk rabi).
- Kayu tunggak semijuga tidak baik digunakan
- 17. Kayu kelapa yang bercabang juga tidak baik untuk bangunan.