- 1Konsep Catur Sanak (Kandapat)
- 2Peran Kandapat Dalam Kehidupan
- 2.11. Peran Di Kelahiran Manusia
- 2.22. Peran Sebagai Kebersamaan
- 2.13. Peran Sebagai Etika
- 2.14. Peran Religius
- 2.15. Peran Sebagai Dewa
- 2.26. Sebagai Peran Tanda-tanda Kematian
- 2.17. Sebagai Peran Yoga
- 2.18. Sebagai Peran Pengembalian Kepada Asalnya
- 2.19. Peran Sebagai Dewata Nawa Sanga
- 3Proses Catur Sanak (Kandapat) Dalam Diri Manusia
- 3.1A. 1 - 10 Bulan
- 3.1B. Lepas Tali Pusar
- 3.1C. Bayi Umur 42 Hari
- 4Makna Catur Sanak (Kandapat) Dalam Kehidupan
- 4.11. Keberanekaragaman
- 4.12. Kemaha Kuasaan Tuhan
- 4.13. Kesaktian
B. Lepas Tali Pusar
Masih dilontar Kanda Empat dikatakan:
Wus Kepus Pungsed, sanakta masalin aran, nga., Anta, Preta, Dengen, Yeh Nyom. Tutug satahun bisa ya rumangkang, rong tahun bisa ya lumaku, nambat Babu Bapanta muwah masalin aran, nga., I Jelahir, I Slahir, I Makahir, I Mokahir. Wus belas ring kakangira rin ibunia, sanakira pada umarah desa, lali asabnak. I Jelahir lunga mangetan, I Slahir lunga mangulon, I Makahir lunga mangalor. Sawatara tigang tahun lawasnia mawrah desa, malih mapreda aran mwang rupa, marupa Detya Sakti, nga. I Anggapati, I Mrajapati, I Banaspati, Banaspatiraja.
Artinya
Sudah kepus Pusar, Saudara (Catur Sanak) tersebut berubah lagi namanya yaitu ; Anta, Preta, Dengen, Yeh Nyom. Sudah setahun bayi bisa merangkak, dua tahun bisa melakukan sesuatu atau berjalan dan berganti lagi namanya yaitu : I Jelahir, I Slahir, I Makahir, I Mokahir. Kira-kira tiga tahun lagi berubah wujud dan nama berupa Detya Sakti yaitu Anggapati, Mrajapati, Banaspati, Banaspati Raja.
Anandakusuma dikatakan sebagai berikut :
- Yeh nyom, berupa cairan yang melindungi bayi waktu dalam kandungan bernama I Karen
- Lamas, yaitu wujudnya dalam bentuk lemak halus yang membungkus bayi bernama I Bra
- Darah, yang berfungsi mengedarkan sari-sari makanan bernama I Angdian
- Ari-ari, (plazenta) tempat melekatnya ali pusar yang berfungsi sebagai penyerap dan sumber makanan bernama I Lembana
- Jabang Bayi merupakan wujud manusia yang masih berupa bayi bernama I Legaprana
Selanjutnya setelah jabang bayi tersebut berumur dua puluh hari didalam kandungan, Sang Catur Sanak tersebut berganti nama menjadi :
- Yehnyom I Anta menjadi I Mekair
- Lamas I Preta menjadi I Selabir
- Darah menjadi I Kala menjadi Mokair
- Ari-ari I Dengen menjadi I Selair
- Si Jabang Bayi I Lilacita menjadi I Tutur Menget
Untuk mewujudkan keselamatan dan mewujudkan manusia yang Suputra kepercayaan masyarakat Hindu Bali dari awal sudah ada prosesnya yaitu dari bayi dalam kandungan sampai bayi itu lahir sampai dewasa dan akhirnya sampai meninggal. Dijelaskan didalam lontar Anggastya Prana (dalam Swastika, 2009 : 108-109) benih- benih terjadinya pembuahan dari bapak dan ibu (orang tua) : Sarin Pangan Kinum Dadi Kama, Kama I Meme Kama I Bapa, Kamane dadi Manusa, Bayun Kamane dadi Kala, rasan Kamane Atma, sarin Kamane dadi Dewa artinya sari-sari makanan dan minuman menjadi kama, kama si Ibu dan kama si Bapak, Kama mereka (bila ketemu) menjadi manusia, kekuatan kama menjadi kala, rasa dari kama menjadi Atma dan sari kama menjadi Dewa, untuk menjadi anak menjadi Suputra maka kepercayaan masyarakat Hindu Bali melakukan dengan upacara diantaranya :
- Upacara Magedong-gedongan. Upacara Magedong- gedongan biasanya dilakukan setelah umur kandungan tiga bulan sampai tujuh bulan. Upacara magedong-gedongan dilakukan agar bayi nantinya lahir selamat, sehat jasmani- rohani
- Upacara Bayi baru lahir, upacara ini bertujuan untuk mengungkapkan rasa syukur karena bayi sudah lahir dan memberi tahukan kepada leluhur agar selalu atas tuntunannya. Upacara anak baru lahir dibarengi dengan rangkaian-rangkaiannnya seperti :
- Menghaturkan pejati di tempat suci, dengan mengucapkan terima kasih karena bayi sudah lahir
- Menanam Ari-ari dengan sarana kelapa yang telah dibersihkan batoknya, penghangat dari bumbu dapur alami, air kum-kuman atau air harum berisi bunga- bunga, serabut ijuk, daun lontar yang berisi tulisan Dasa Bayu I, A, Ka, Sa, Ma, Ra, La, Wa, Ya, Ung, bambu yang diris pinggirnya sampai tajam, batu bulitan, pohon yang berduri/daun berduri, pohon kanta wali, kawangen, segehan manca warna dan segehan putih Mantranya Om Ang Sri Basunari Jiwa Mertha, Trepti Paripurna Ya Namah Swaha
- Upacara kepus pungsed yaitu upacara yang bertujuan sebagai simbul bahwa mulai si bayi beserta keluarganya mengalami sebel atau cuntaka selama empat puluh dua hari, dan harus dibersihkan. Dalam hal kepus pungsed atau hari 10-12 hari ini disebut dengan upacara Namadhewa (manawadharmasastra dalam Sudarsana. 2008 : 22-23) yang isinya adalah “Namadheyam Dasamyam Tu Dwadasyam Wasya Karayat Punye Ti Thau Muhurtee Wa Naksatre Wa Gunanwite” artinya hendaknya orang tua melakukan upacara Namadhewa pada saat umur bayi 10-12 hari, setelah Tatacara melaksanakan upacara kepuspungsed adalah :
- Mengaturkan upakara dipemerajan, dengan maksud dan tujuan memohon tirtha pengelukatan atau pembersihan kehadapan Hyang Guru agar si bayi selalu mendapatkan kesucian dengan mantra : Om Guru Rupam Sadadnyanam, Guru Parantaram Dewam, Guru Nama Japetsadha, Nasti-nasti, dine- dine, Om Gung Guru Paduka Byonamah Swaha atau Pakulun paduka Bhatara Hyang Guru pinakengulun angaturaken tadah saji pawitra seprekaraning daksina, anyenengana paduka Bhatara, Ngeyoganing Pinunas Pinakengulun, maminta tirtha pangelukatan pabersihan, anglukat raga roga, sebel kandelan sariran ipun di Jabang bayi matemahan Sudha Nirmala Ya Namah Swaha
- Mencabut Sanggah Tutuan dengan mengganti dengan Pelangkiran diatas tempat tidur yang disebut dengan Kumara. Dengan mantra “Om Sang Hyang Kumaragana-kumaragani, para gandharwa, widyadara, widyadari manusanira angaturaken tadah saji pawitra, aminta asih, pageh denira angayoni sang rare rahina kelawan wengi, menadia trepti paripurna ya namah, Om Sidhi Rastu Ya Namah Swaha
- Melakukan pemujaan terhadap banten panelahan dan pengelepas hawon, banten dapetan dan lain-lain, dengan mantra “Om Ngadeg Bhatara Guru Anepung Tawari, Angresiki, Angelengini Manusanira Lumilangaken mala papa petaka sebel kandelan sariran ipun, moksah ilang matemahan sudha nirmala ya namah. Om Sryambhawantu, Purnam Bhawantu, Sukham Bhawantu. Untuk kepus pungsed banten muncuk kukusan dengan mantra “Om Pukulun Bhatara Brahma, Bhatara Wisnu, Bhatara Iswara, manusanira angidep anglepas aon ipun ri Bhatara Tiga, pukulun anyadah letuh ipun anglepasaken sebel kandelan, teka sudha lepas malan ipun. Om Sidhi Rastu Ya Namah
- Mantra ayaban (dapetan, jarimpen peneteg, ajuman putih kuning) mantra “Om Ang, Ung, Mang Angadeg Sanghyang Tri Premana Ri Sariran Sang Rare Sumurup Ring Awak Walunan, menerus maring Sabda, Bayu, Idep, manadi pageh urip ipun. Om Sidhi Rastu Ya Namah Swaha”