Kembali kita berkenalan dengan sebuah kebenaran ajaran para tetua-tetua kita. Kenyataan alam sebagaimana adanya “Tiada yang langgeng di alam ini”. Semua berubah, semua bergerak. Dengan kenyataan seperti itu ungkapannya kemudian di balik. Tiada yang langgeng di alam ini, kecuali perubahan itu sendiri.
Tiada sedetikpun bumi berhenti mengitari matahari. Tiada sedetikpun bulan berhenti mengelilingi bumi dan matahari. Semua benda-benda bergerak menurut aturannya masing-masing. Alam manusia juga sama.
Manusia berubah dari detik ke detik. Dariawal terbentuknya embryo, membesar, membelah diri berkembang menjadi janin.
Membesar dan berkembang menjadi bayi, menjadi anak, remaja, dewasa dan kemudian tua. Kemudian meninggal, kembali ke asalnya, kealam raya ini, menjadi pancamahabutha, api (panas), air, hawa, eter dan debu.
Bukan saja hanya bentuk fisik dari alam mikro manusia dan alam makro bumi dan semesta ini yang berputar, tetapi juga kehidupan sosial-budaya, mental dan spiritual setiap diri manusia dan masyarakat manusia sebagai satu keseluruhan.
Para tetua kita menyebutnya dengan istilah “zaman itu berputar”. Kehidupan manusia itu berputar menurut aturan baku, menurut kodratnya. Perputaran zaman (yuga) ini tidak
pernah berhenti, berurutan pada sebuah lingkaran, treta yuga; kerta yuga; duapara yuga; dan kali yuga. Zaman treta akan diikuti oleh zaman kreta yang diikuti kemudian oleh zaman duapara. Zaman duapara akan berakhir dengan zaman kaliyuga dan kembali lagi ke zaman treat,dan demikian seterusnya.
Zaman Treta (Treta Yuga)
Adalah zaman tertib aturan, tertib hukum, taat akan dharma (kebenaran, kewajiban dan kode etik). Semua pemimpin dan yang dipimpin taat akan kewajiban masing-masing dan mengikuti aturan serta kode etik dalam melaksanakan tugas peran dan fungsi sosial masing-masing. Dalam kehidupan tertib aturan seperti itu akan diikuti kemudian oleh zaman kerta.
Zaman Kerta (Kerta Yuga)
Adalah zaman dimana masyarakat hidup adil, makmur, tiada kelaparan dan kemiskinan, tiada mereka yang berlebihan dan tiada mereka yang kekurangan. Tiada kecemburuan dan pertengkaran, tiada ancaman dan kecemasan, apalagi pembunuhan dan atau peperangan. Semua angota masyarakat dapat menjalankan peran dan fungsinya masing-masing dengan masyarakat sejahtera, adil dan makmur dalam kedamaian. Sebuah masyarakat impian semua masyarakat.
Sebuah masyarakat gemah ripah loh jinawi, toto tentrem kerto raharjo. Pemimpin menyatu dengan rakyat yang dipimpinnya. Zaman dimana pemimpin adalah pengayom, pelingung masyarakat. Zaman dimana pemimpin adalah abdi masyarakat.
Zaman Duapara (Duapara Yuga)
Godaan muncul terutama pada mereka yang memegang kekuasaan. “Aku yang memegang kekuasaan akan sangat pantas bila aku boleh memiliki lebih dibandingkan dengan rakyat. Aku raja dan penguasa sangat pantas memiliki hak-hak istimewa, lebih dari yang lainnya”. Dengan berbagai rekayasa, dengan berbagai akal, melalui berbagai aturan dibuat, yang memungkinkan hak-hak para penguasa lebih dari yang lain.
Rekayasa hukum dan peraturan dibuat sedemikian rupa sebagai pembenaran. Ketidakadilan mulai merambat, pelan dan pasti. Keserakahan mulai mendapat pembenaran. Hukum hanya berlaku untuk rakyat kecil. Sementara pemimpin sewenang-wenang.
Para pemimpin tidak lagi jujur, tidak lagi jujur dengan rakyat yang dipimpinnya. Saat apa yang mereka ucapkan tidak sama dengan apa yang mereka rasakan atau mereka pikirkan. Saat ucapan tidak lagi sama dengan perbuatan. Saat pemimpin menjadikan diri mereka penguasa yang memerintah. Saat mereka sebagai penguasa juga adalah pengusaha yang memperkaya diri mereka sendiri beserta kronikroninya saja.
Saat penguasa dan para pemimpin bangsa korup. Saat pemimpin bukan lagi sebagai pengayom, pelindung masyarakat. Saat dimana pemimpin adalah penguasa yang memerintah. Keadaan atau zaman duapara seperti itu akan segera diikuti oleh zaman kaliyuga.
Zaman Kali (Kali Yuga)
Adalah zaman pergolakan, zaman kacau, zaman keos, zaman semua warga hanya mengurusi diri mereka masing-masing. Zaman kaliyuga, adalah zaman saat kelompok masyarakat berhadap-hadapan dengan kelompok masyarakat yang lain.
Perang antar saudara, perang antar kelompok masyarakat yang lain. Perang antar saudara, perang antar golongan, perang antar suku bangsa berhadapan dengan suku bangsa lainnya. Kekacauan pemimpin yang lainnya. Kekuasaan diperebutkan dengan berbagai cara. Kaliyuga adalah sebuah konsekwensi logis, ikutan dari zaman duapara.
Zaman kaliyuga berakhir saat seorang pemimpin kuat dan jujur muncul. Ratu adil lahir. Seorang yang memiliki kemampuan (kekuatan), yang memiliki keberanian, yang memiliki kamauan dan komitmen, akan lahir di antara kelompok yang bertikai.
Pemimpin yang diikuti oleh mereka yang menghendaki keadaan tertib kembali, karena, manusia memiliki hati nurani, memiliki akal sehat dan memiliki kamampuan untuk mencari solusi. Ada saatnya menusia capai bertikai dan capai berperang.
Perang tidak pernah menyelesaikan masalah sosial kemasyarakatan. Konsensus akal sehat mereka menerima bahwa perang harus distop, diakhiri. Hukum, perundangan dan peraturan diperbaiki dan disepakati. Perilaku pemimpin dan masyarakat harus sesuai dan tidak boleh bertentangan dengan kesepakatan yang disetujui. Hukum dibuat untuk ditaati oleh semua, oleh pemimpin dan yang dipimpin. Hukumpun dipatuhi dan ditegakkan. Mereka yang melanggar hukum diadili dan dihukum sesuai dengan undang-undang.
Zaman kaliyuga kemudian berganti lagi ke zaman treta, tertib hukum, seperti telah diulas di atas.
Mengapa siklus perubahan zaman seperti di atas terkesan selalu berulang dan berulang lagi. Benarkah hal demikian memang karena kodrat alam dan kodrat manusia ? Ataukah dari kesalahan-kesalahan pendahulu-pendahulu mereka. Dan kesalahan yang sama berulang mereka lakukan. Ada kesan pesimistik di sana, tetapi bukankah di antara milyaran umat manusia lebih banyak yang optimistik.