- 1Weda - Kitab Suci Agama Hindu
- 1.1Bahasa Veda (Weda)
- 1.2Isi Weda
- 2Jaman / Sejarah Turunnya Veda (Weda)
- 2.1Penduduk India pada zaman Kuno
- 2.2Berbagai Peninggalan India dari Zaman Kuno
- 2.3Waktu Turunnya Wahyu Weda
- 2.3.11. Ric (Reg / Rg) Veda
- 2.3.22. Sama Veda
- 2.3.33. Yajur Veda
- 2.3.44. Atharwa Veda
- 2.4Keagamaan Pada Zaman Turunnya Veda
- 2.1Jaman Kaum Brahmana
- 2.1Pendidikan dan Kebudayaan di Jaman Weda
- 3Zaman Aranyaka Dan Zaman Upanisad
- 3.11. Dharma
- 3.22. Artha
- 3.33.Kama
- 3.44. Moksha
- 3.5Ajaran dan Pandangan Tentang Atman - Brahman
- 3.5.11. Pandangan Secara Vedanta
- 3.5.22. Pandangan Secara Visista-Dwaita
- 3.5.33. Pandangan Secara Yoga
- 3.5.44. Pandangan Secara Samkya
- 4Kebudayaan Zaman Hinduisme
- 5Bagian–Bagian Kitab Suci Veda (Weda)
- 5.11. SRUTI
- 5.1.11.1. Rg. Weda Samhita
- 5.1.21.2. Sama Weda Samhita
- 5.1.31.3. Yajur Weda Samhita
- 5.1.3.1Sukla Yajur Veda (Putih)
- 5.1.3.2Kresna Yajur Veda (Hitam)
- 5.1.41.4. Atharwa Weda Samhita
- 5.12. SMRTI
- 5.1.12.1. Wedangga
- 5.1.1.12.1.1. Siksa (Phonetika)
- 5.1.1.22.1.2. Wyakarana (Tata Bahasa)
- 5.1.1.32.2.3. Chanda (Lagu)
- 5.1.1.42.2.4. Nirukta
- 5.1.1.52.2.4. Jyotisa (Astronomi)
- 5.1.1.62.2.5. Kalpa
- 5.1.12.2. Upaweda
- 5.1.1.12.2.1. Itihasa
- 5.1.1.22.2.2. Purana
- 5.1.1.32.2.3. Arthasastra
- 5.1.1.42.2.4. Ayur Weda
- 5.1.1.52.2.5. Gandharwa Weda
- 5.1.1.62.2.6. Kama Sastra
- 5.1.1.72.2.7. Kitab Agama
- 6Fitur dan Rincian Singkat Catur Veda (Weda)
- 6.1.1Fitur Rig veda
- 6.1.2Fitur Sama veda
- 6.1.3Fitur Yajur veda
- 6.1.4Fitur Atharva veda
- 7Sapta Maha Rsi Penerima Wahyu Weda
- 7.11. GRTSAMADA
- 7.22. WISWAMITRA
- 7.33. WAMADEWA
- 7.44. ATRI
- 7.55. BHARADWAJA
- 7.66. WASISTA
- 7.77. KANWA
- 8Weda Sebagai Sumber Hukum Hindu
- 8.1Manawa Dharmasastra
- 8.2Sejarah Perkembangan Hukum Hindu
- 8.1Hubungan Catur weda dengan Hukum Hindu
- 9Enam Filsafat Hindu (Sad Darśana)
- 9.11. Nyaya Darsana
- 9.1.11.1. Pokok-pokok Ajaran Nyaya
- 9.1.21.2. Epistemologi Nyaya
- 9.1.31.3. Catur pramana
- 9.1.3.11.3.1. Pratyakasa Pramana
- 9.1.3.21.3.2. Anumana Pramana
- 9.1.3.31.3.3. Upamana Pramana
- 9.1.3.41.3.4. Sabdha Pramana
- 9.12. Waisesika Darsana
- 9.1.12.1. Pokok ajaran Waisasika
- 9.1.22.2. Padartha
- 9.1.2.12.2.1. Drawya (Substansi)
- 9.1.2.22.2.2. Guna (Kualitas)
- 9.1.2.32.2.3. Karma (TinDakan)
- 9.1.2.42.2.4. Samanya (Sifat umum)
- 9.1.2.52.2.5. Wisesa (Keistimewaan)
- 9.1.2.62.2.6 Samawaya (Pelekatan)
- 9.1.2.72.2.7. Abhawa (Ketidakadaan)
- 9.1.32.3. Cara Mendapatkan Pengetahuan Menurut Waisasika
- 9.1.42.4. Terjadinya Alam Semesta menurut Waisasika
- 9.1.52.5. Etika dalam Waisasika
- 9.13. Samkhya Darsana
- 9.1.13.1. Pemahaman Samkhya
- 9.1.23.2. Pokok Ajaran Samkhya
- 9.1.2.13.2.1. Purusa
- 9.1.2.23.2.2. Prakerti
- 9.1.2.33.2.3. Tri Guna
- 9.1.2.43.2.4. Penciptaan alam semesta
- 9.1.2.53.2.5. Etika Samkhya
- 9.1.33.3. Tujuan Akhir Ajaran Samkhya
- 9.14. Yoga Darsana
- 9.1.14.1. Pandangan Yoga Darsana
- 9.1.1.14.1.1. Tentang Brahman
- 9.1.1.24.1.2. Tentang Atman
- 9.1.1.34.1.3. Maya
- 9.1.1.44.1.4. Moksa
- 9.1.24.2. Pokok Ajaran Yoga Darsana
- 9.1.34.3. Epistimologi Yoga Darsana
- 9.15. Mimamsa Darsana
- 9.1.15.1. Pandangan Purva Mimamsa
- 9.1.1.15.1.1. Tentang Brahman
- 9.1.1.25.1.2. Tentang Atman
- 9.1.1.35.1.3. Maya
- 9.1.1.45.1.4. Moksa
- 9.1.25.2. Pokok Ajaran Mimamsa Darsana
- 9.1.35.3. Metafisika Mimamsa Darsana
- 9.1.45.4. Epistimologi Purva Mimamsa
- 9.1.4.15.4.1. Pratyaksa
- 9.1.4.25.4.2. Anumana
- 9.1.4.35.4.3. Sabda
- 9.1.4.45.4.4. Upamana
- 9.1.4.55.4.5. Arthapatti
- 9.1.4.65.4.6. Anupalabdi
- 9.1.55.5. Aksiologi Purva Mimamsa
- 9.1.5.15.5.1. Kedudukan Weda di dalam Agama
- 9.1.5.25.5.2. Kewajiban yang Mendasar
- 9.1.5.35.5.3. Kebaikan yang Tertinggi
- 9.16. Wedanta Darsana
- 9.1.16.1. Pokok Wedanta - Brahma Sutra
- 10Tentang Upanishad
- 10.1.1Apa itu Upanishad ?
- 10.1.1.1Apa itu pengetahuan
- 10.1.1.2Kesalahpahaman Tentang Upanishad
- 10.1.2Tema Sentral dari Upanishad
- 10.1.1Apakah Upanishad Lebih Baik Dari Psikologi Modern ?
- 11Konsep Keberadaan Diri (Atman) Dalam Agama Hindu
- 11.11. Mengetahui Diri sejati
- 11.22. Apakah Jiwa, Atman dan Diri Sama ?
- 11.2.12.1. Jiwa dan diri sendiri
- 11.2.22.2. Diri Individu dan Diri tertinggi
- 11.2.32.3. Berbagai jenis diri
- 11.13. Kesadaran Murni
- 11.24. Spiritualitas dan Transformasi Diri
- 11.15. Mengapa Brahman tidak disembah Langsung Melalui Ritual Hindu
- 11.1.15.1. Alasan Brahman tidak disembah secara ritual
- 11.1.25.3. Pemujaan Dewa - Dewi dalam Weda
- 11.1.2.15.3.1. Dewa dalam makrokosmos dan mikrokosmos
- 11.1.2.25.3.2. Mengapa para dewa disembah
- 11.1.2.35.3.3. Jumlah dewa-Dewi Hindu
- 12Konsep Pembebasan (Moksha atau Nirvana) Dalam Hindu
- 12.1.1Pembebasan fisik
- 12.1.2Pembebasan mental
- 12.1.3Pembebasan rohani
- 13Keanekaragaman dan Pluralitas Agama Hindu
- 13.11. Pluralitas Hinduisme
- 13.1.11.1. Satu Tuhan dan Tidak Ada Tuhan
- 13.1.21.2. Satu Tuhan dan banyak dewa
- 13.1.31.3. ritual, seremonial dan praktik spiritual
- 13.1.41.4. Penyembahan Melalui Wujud dan Tanpa Wujud
- 13.1.51.5. Banyak jalan Menuju pembebasan
- 13.1.61.6. Iswara dan Shakti
- 13.1.71.7. Purusha dan Prakriti
- 13.1.81.8. Dualisme dan Non-dualisme
- 13.22. kontradiksi dalam Hinduisme
- 14Catur Ashrama - Empat Tahapan untuk Pembebasan
- 14.1empat Tahap dalam Hidup
- 14.1.11. Brahmacarya
- 14.1.22. Grihasta Ashrama
- 14.1.33. Vanaprastha Ashrama
- 14.1.44. Sanyasa Ashrama
- 15Konsep Karma dan Kewajiban dalam Hindu
- 15.11. Jenis-jenis karma
- 15.22. Sebab dan akibat - Nasib dan karma
- 15.33. Solusi Pembebasan Untuk Masalah Karma
- 15.3.13.1. Jnana yoga
- 15.3.23.2. Karma yoga
- 15.3.33.3. Raja Yoga
- 15.3.43.4. Bhakti yoga
- 15.44. kesalahpahaman tentang karma
- 15.4.4.14.1. Karma bukanlah takdir
- 15.4.4.24.2. Dewa dan Karma
- 15.4.4.34.3. Karma bukan hanya tindakan fisik
- 15.4.4.44.4. Karma bukan tentang berbuat baik atau buruk
- 15.4.4.54.5. Karma tidak tercatat di surga atau neraka
- 16Ilmu Politik Agama Hindu dalam Veda (Weda)
- 16.11. Canakya dan Arthasastra
- 16.22. Ajaran Politik Negara dalam Arthasastra
- 16.2.12.1. Teori Saptanga
- 16.2.22.2. Teori Mandala
- 16.2.32.3. Teori Sadgunya - Enam Kebijakan Luar Negeri
- 16.13. Asta Brata - Wujud Ideal Praktik Teologi Politik
- 17Pengukuran dalam Matematika Weda
- 17.1Satuan Ukuran
- 17.1.3.1A. Satuan turunan
- 17.1.3.2B. Satuan waktu
- 17.1.3.3C. Ukuran Panjang
- 17.1.3.4D. Ukuran Empat Persegi
- 17.1.3.5E. Ukuran Untuk Daya Muat/Isi
- 17.1.3.6F. Timbangan
- 17.1.3.7G. Ukuran Waktu
- 17.1Yuga dan Siklus Tahun Kosmik
- 17.1.3.1A. Chatur yuga
- 17.1.3.2B. Alam Semesta dan Seterusnya
- 18Link Referensi Tentang Weda
2. Waisesika Darsana
Pendiri filsafat Waisesika Darsana adalah Rsi Kanada yang dikenal pula dengan nama Aulukya dan Kasyapa. Teori alam semesta dan hakekat sang diri dalam Waisesika Darsana sama dengan filsafat Nyaya Darsana sebab filsafat Waisesika sendiri merupakan pengembangan dari nyaya darsana. Nama Waisesika sendiri mengambil nama “Visesa” yang artinya kekhususan yang merupakan ciri-ciri dari benda-benda. Vaisesika dimulai dengan pencarian atas kategori-kategori (padartha) yaitu perhitungan sifat-sifat tertentu yang dapat dikatakan tentang benda-benda yang ada. Penciptaan dalam Waisesika sama dengan nyaya darsana.
umber pokok ajaran Vaisasika adalah kitab Vaisasika Sutra, buah karya maharsi Kanada. Kitab ini terdiri dari 10 jilid. Sistem filsafat Vaisasika muncul pada abad keempat sebelum masehi. Isi pokok ajarannya menerangkan tentang kategori-kategori dari semua yang ada di alam semesta ini.
Di dalam buku ini membahas tujuh kategori (padharta) yang terdapat pada filsafat Vaisasika, yaitu : Drawya atau substansi, Guna atau kualitas, Karma atau aktivitas, Semanya atau sifat umum, Wisesa atau sifat perorangan, Samawaya atau pelekatan, dan Abhawa atau ketidakadaan. Padharta berarti objek yang dinyatakan oleh sebuah kata.
Demikian pula padharta berarti semua objek dari ilmu pengetahuan. Menurut Vaisasika semua objek dinyatakan oleh kata-kata yang semuanya dapat dibagi dua jenis yaitu, keberadaan dan ketidakadaan (bhawa dan abhawa).yang dimaksud dengan keberadaan yaitu semua yang dinyatakan dengan faktor-faktor yang positif atau hal-hal yang ada. Sedangkan yang dimaksud dengan ketidakadaan yaitu faktof-faktor yang negatif. Di dalam buku ini juga dijelaskan bahwa Vaisasika terdapat dua prama yaitu, Pratyaksa dan anumana prama.
2.1. Pokok ajaran Waisasika
Sumber pokok ajaran Waisasika adalah kitab Waisasikasutra, buah karya Rsi Kanada. Dalam buku Waisasikasutra terdiri dari sepuluh bab, uraian permasalahan dari masing-masing bab adalah sebagai berikut :
- Bab I, berisi keseluruhan kelompok Padartha atau katagori-katagori yang dapat dinyatakan.
- Bab II, penetapan tentang benda-benda.
- Bab III, uraian tentang jiva dan indra dalam.
- Bab IV, uraian tentang badan dan bahan penyusunnya.
- Bab V, uraian tentang karma atau kegiatan.
- Bab VI, uraian tentang dharma atau kebajikan menurut kitab suci.
- Bab VII, uraian tentang sifat-sifat dan Samavaya (keterpaduan; saling hubungan).
- Bab VIII, uraian tentang wujud pengetahuan, sumbernya.
- Bab IX, uraian tentang pemahaman tertentu atau yang konkrit.
- Bab X, uraian tentang perbedaan sifat dari jiwa.
Dalam perkembangan berikutnya muncullah beberapa kitab komentar dari Waisasikasutra yang ditulis oleh para tokoh yaitu : Prasastapada yang menulis kitab Padartha-dharma-sanghara yang juga dikenal dengan nama Bhasya, Sankara menulis kitab sariraka Bhasya, Wyomasiwa menulis kitab Wyomawati, Udayana menulis kitab Kirawana dan Sridhara menulis kitab Nyaya-kandali.
Sistem filsafat Waisasika muncul pada abad ke empat sebelum masehi yang mula-mula sebagai sistem filsafat yang berdiri sendiri, akan tetapi kemudian sistem ini menjadi satu dengan Nyaya. Pada abad ke sebelas masehi kedua sistem filsafat ini berfungsi secara sempurna, sehingga oleh banyak penulis kedua sistem ini disebut Nyaya-Waisasika. Tujuan pokok Waisasika bersifat Metafisik. Isi pokok ajarannya menerangkan tentang dharma, yaitu apa yang memberikan kesejahteraan di dalam dunia ini dan yang memberikan kelepasan yang menentukan.Yang terpenting dari ajaran Vaisesika adalah ajaran tentang katagori-katagori dan semua yang ada di Dunia ini.
Kata-kata visesa yang dijadikan dasar bagi penamaan sitem falsafah ini berarti kekhususan atau partikularitas. Sesuai dengan namanya sistem falsafah ini memusatkan perhatian pada menonjolnya ciri-ciri khusus dari obyek-obyek pengamatan di alam semesta. Sebagai sistem kearifan yang tua dalam jajaran falsafah India, Vaisesika lebih dikenal sebagai falsafah fisika dan metafisika. Sebagai falsafah fisika, Darsana ini diawali dengan pembahasan mengenai tujuh kategori benda-benda yang disebut padharta. Dari pembicaraan mengenai masalah fisika kemudian beranjak kepada masalah metafisika, dengan membincangkan masalah-masalah berkenaan dengan jiwa dan arti spiritual daripada karma dan Dharma, yang dtentukan oleh tingkat pengetahuan manusia tentang dunia dan obyek-obyek yang diamatinya dalam kehidupan.
Sebagai sistem falsafah fisika, Vaisesika sebenarnya lebih merupakan perumusan terhadap padharta (kategori benda-benda). Pengetahuan tentang padharta sangat penting dasar mencapai kebenaran tertinggi, yaitu pengetahuan tentang hakikat segala sesuatu.
2.2. Padartha
Padartha secara harfiah artinya adalah : arti dari sebuah kata; tetapi disini Padartha adalah suatu permasalahan benda dalam filsafat. Sebuah Padartha merupakan suatu obyek yang dapat dipikirkan (artha) dan diberi nama (Pada). Semua hal yang ada, yang dapat diamati dan dinamai, yaitu semua obyek pengalaman dan Padartha. Benda-benda majemuk saling bergantung dan sifatnya sementara, sedangkan benda-benda sederhana sifatnya abadi dan bebas.
Sistem filsafat Waisasika terutama dimaksudkan untuk menetapkan tentang Padartha, tetapi Rsi Kanada membuka pokok permasalahan dengan sebuah pengamatan tentang intisari dari dharma, yang merupakan sumber dari pengetahuan inti dari Padartha. Padartha pada Waisasika, seperti yang disebutkan oleh Rsi Kanada sebenarnya hanya 6 buah katagori, namun satu katagori ditambahkan oleh penulis-penulis berikutnya, sehingga akhirnya berjumlah 7 kategori (padartha), yaitu :
2.2.1. Drawya (Substansi)
Yang disebut Drawya (substansi) adalah katagori yang bebas dan tidak tergantung pada katagori yang lain, bahkan Drawya (substansi) mendasari katagori yang lain. Drawya (substansi) juga disebut sebagai kekuatan dan kegiatan zat-zat yang terdapat pada lapisan alam yang paling bawah. Tanpa Drawya (substansi) katagori-katagori yang lain tidak dapat menjelmakan dirinya. Selain dari itu, Drawya (substansi) mempunyai sifat sebagai sebab yang melekat dalam artian, telah telah ada di dalam sesuatu yang dihasilkan oleh katagori-katagori yang lain. Ada sembilan jenis Drawya (substansi) yaitu : tanah (prthiwi), air (apah), api (tejah), udara (vayu), ether (akasa), waktu (kala), ruang (dis), roh (jiva) dan pikiran (manas). Kesembilan Drawya (substansi) ini bersama-sama membentuk alam semesta, baik yang bersifat jasmani maupun rohani.
2.2.2. Guna (Kualitas)
Di dalam Drawya (substansi) terdapat guna (kualitas), tetapi guna tidak bias berdiri sendiri tanpa adanya Drawya (substansi). Menurut ajaran Waisasika ada 24 guna (kualitas), yaitu : rupa (warna), rasa (perasaan), gandha (bau), sparsa (sentuhan), sabda (suara), sankhya (jumlah/hitungan), parimana (jarak), prthakwa (penerangan), samyoga (persatuan), wibhaga (tak terbagi), paratwa (tipis/sedikit), aparatwa (dekat), budhi (pengetahuan), sukha (kesenangan), dukha (kesedihan), iccha (keinginan), dwesa (kesenangan), prayatna (usaha), gurutwa (keberatan), drawatwa (keadaan cair), sneha (dalam), samskara (kecenderungan), dharma (berfaedah), adharma (cacat). Sejumlah 8 sifat yaitu : budhi (pengetahuan), sukha (kesenangan), dukha (kesedihan), iccha (keinginan), dwesa (kesenangan), prayatna (usaha), dharma (berfaedah), adharma (cacat) merupakan milik dari roh, sedangkan 16 buah lainnya merupakan milik dari substasi material.
Dari 24 jenis guna yang dikemukakan oleh sistem waisasika maka muncullah suatu pertanyaan, mengapa ada 24 guna, tidak lebih dan tidak kurang?. Jawaban yang diberikan oleh Waisasika atas pertanyaan itu adalah sebagai berikut : jika diperhitungkan berbagai sub bagian dari pada guna itu maka jumlahnya akan banyak sekali. Tetapi di dalam klasifikasi suatu benda kita mengurangi jumlah itu sehingga mencapai jumlah terakhir dari sudut pandang tertentu.
Klasifikasi guna yang banyaknya 24 jenis itu diatur oleh pertimbangan-pertimbangan dari kesadaran atau keluasannya dan pengurangan serta penambahannya. Dengan demikian guna (kualitas) adalah apa yang dianggap oleh sistem waisasika sebagai yang paling sederhana yaitu kualitas yang pasif dari suatu substansi.
2.2.3. Karma (TinDakan)
Karma atau perbuatan adalah suatu tindakan baik hanya dlam pikiran dan atau dari badan. Seperti halnya dengan Guna, Karma juga tidak dapat berdiri sendiri tanpa danya substansi, namun dalam karma dan guna memiliki beberapa perbedaan yaitu : guna adalah ciri yang stasis dari sesuatu sedangkan karma itu sifatnya dinamis, guna tidak bias membuat orang keluar dari penderitaan sedangkan karma bersifat transitif yang dapat membawa seseorang kepada suatu Tujuan tertentu. Sehingga dengan demikian antara Guna dan Karma tidak saling tergantung, melainkan sama-sama berdiri sendiri.
Dalam ajaran Waisasika ada lima macam gerakan (karma) yaitu : Utksepana (gerakan yang melemparkan ke atas), Awaksepana (gerakan yang melemparkan ke bawah), Akuncana (gerakan yang menimbulkan goncangan), Prasarana (gerakan yang menimbulkan perluasan), Gemana (kemampuan bergerak dari suatu tempat ke tampat lain).
Dalam hubungannya dengan karma, sistem Waisasika mengemukakan ada satu pokok yang amat penting yang mesti mendapat perhatian, yaitu yang menyebabkan adanya gerak itu. Terhadap hal ini Waisasika berpendapat bahwa gerak itu senantiasa dimulai oleh suatu yang memiliki kesadaran.
2.2.4. Samanya (Sifat umum)
Menurut sistem Waisasika, Samanya (sifat umum) itu adalah kekal dan nyata, tetapi di dalamnya terdapat saling keterikatan antara individu-individu yang ada. Setiap individu dalam suatu kelompok memiliki suatu sifat umum. Dalam ajaran Waisasika ada tiga jenis sifat umum yaitu : para (yang tertinggi), apara (yang terendah) dan para-para (yang menengah)
2.2.5. Wisesa (Keistimewaan)
Melalui wisesa kita dapat mengetahui keunikan dari masing-masing substansi yang pada dasarnya tidak terbagi-bagi dan bersifat kekal seperti misalnya ruang, waktu, akasa, jiwa, pikiran dan atom-atom dari Catur Bhuta. Sebagai bagian substansi yang bersifat kekal, wisesa pada dirinya sendiri adalah bersifat abadi. Wisesa tidak terbagi-bagi dan bersifat abstrak
2.2.6 Samawaya (Pelekatan)
Dalam hubungannya dengan samawaya, Waisasika munyatakan bahwa samawaya adalah hubungan yang kekal yang terdapat pada masing-masing bagian dari suatu benda yang disebabkan oleh adanya gerak, kualitas dan sifat umum dari wujud yang terkecil dari benda itu sendiri
2.2.7. Abhawa (Ketidakadaan)
Sesungguhnya ketidakadaan itu bukanlah berarti penyangkalan terhadap adanya sesuatu. Abhawa atau ketidakadaan itu ada 2 jenis yaitu:
Samsargabhawa : ketidakadaan suatu substansi di dalam suatu tempat. Samsargabhawa terbagi atas tiga jenis, yaitu : Praghabawa (suatu benda tidak ada sebelum dibuat), Dhwamsabhawa (tidak adanya suatu benda tidak ada sesudah benda itu dirusakkan) dan Atyantabhawa (tidak adanya sesuatu benda (sifat suatu benda) pada benda-benda lain, baik pada jaman dahulu, sekarang maupun masa yang akan dating.
Anyonyabhawa : berarti tidak adanya hubungan antara dua buah benda yang saling berbeda.
2.3. Cara Mendapatkan Pengetahuan Menurut Waisasika
Alat untuk mendapatkan pengetahuan menurut Waisasika hanya ada 2 yaitu Pratyaksa Pramana dan Anumana Pramana. Waisasika menolak adanya Upamana dan Sabda Pramana, karena hal ini dipandang memberikan kebenaran yang meragukan. Maka Waisasika hanya mengakui dua Pramana yaitu Anumana Pramana dan Pratyaksa Pramana.
Pratyaksa Pramana atau pengamatan, memberi pengetahuan kepada kita mengenai sasaran yang diamati menurut ketentuan dari sasaran itu masing-masing. Anumana berarti pengetahuan yang kemudian. Pengetahuan yang didapat dengan Anumana atau Kesimpulan adalah dengan melihat suatu tanda yang selalu memiliki hubungan dengan objek yang ditarik kesimpulannya.
Terjadinya alam semesta menurut sistem filsafat Waisasika memiliki kesamaan dengan ajaran Nyaya yaitu dari gabungan atom-atom catur bhuta (tanah, air, cahaya dan udara) ditambah dengan lima substansi yang bersifat universal seperti akasa, waktu, ruang, jiwa dan manas. Lima substansi universal ini tidak memiliki atom-atom, maka itu ia tidak dapat memproduksi sesuatu di dunia ini. Cara penggabungan atom-atom itu dimulai dari dua atom (dwynuka), tiga atom (Triyanuka), dan tiga atom ini saling menggabungkan diri dengan cara yang bermacam-macam, maka terwujudlah alam semesta beserta isinya.
Bila gabungan atom-atom dalam Catur Bhuta ini terlepas satu dengan lainnya maka lenyaplah alam beserta isinya. Gabungan dan terpisahnya gerakan atom-atom itu tidaklah dapat terjadi dengan sendirinya, mereka digerakkan oleh suatu kekuatan yang memiliki kesadaran dan kemahakuasaan. Sesuatu yang memiliki kesadaran dan kekuatan yang maha dahsyat itu menurut Waisasika adalah Tuhan Yang Maha Kuasa.
2.5. Etika dalam Waisasika
Waisasika dalam etikanya menganjurkan semua orang untuk kelepasan. Kelepasan akan dapat dicapai melalui Tatwa Jnana, Srawana, manana, dan Meditasi. Melalui Tatwa Jnana hendaklah seseorang memahami bahwa sesungguhnya atman itu dalah berbeda dengan badan, indriya dan pikiran. Atman adalah bagia dari Brahman yang pada hakikatnya adalah suci. Semua yan ada pada alam semesta ini tidak terlepas dari kemahakuasaan Tuhan. Tuhankah yang menentukan kehidupan semua mahkluk dan beliau pulalah yang menuntunnya untuk mendapatkan kesempurnaan. Tetapi itu semua tidak terleas dari adrsta yaitu kumpulan pahala perbuatan baik dan buruk dari kehidupan seseorang pada beberapa fase kehidupan yang lalu. Pertimbangan dari adrsta inilah Tuhan memberikan anugerah kapada seseorang. Tuhan pada Waisasika disebut Siva yang bersifat transenden yang terpancar pada hukum sebab akibat, pada intinya merupakan bukti adanya Tuhan sebagai yang maha kuasa dan meliputi segalanya.
Mengetahui hal ini dapat diartikan bahwa seseorang dalam hidupnya selalu menegakkan dan mengikuti Dharma dan menjahui Adharma. Karena Tuhan merupakan asal dan berakhirnya segala sesuatu maka sewajarnya setiap orang dianjurkan oleh Waisasika untuk memuja Beliau dan mengikuti ajaranNya melalui srawana, manana, dan meditasi untuk mencapai kelepasan.
Srawana adalah senang mendengarkan kata-kata yang ada pada kitab suci yang disampaikan oleh guru kerohanian atau orang yang dapat depercaya. Sedangkan manana adalah melaksanakan apa yang didengar, di baca dari kitab-kitab suci di masyarakat melalui pikiran, perkataan dan perbuatan yang dilandasi oleh cinta kasih terhadap sesama. Dan yang terakhir adalah meditasi yaitu melakukan pemusatan pikiran terhadap Tuhan Yang Maha Esa dengan tujuan menenangkan pikira dan merealisasikan sang diri sejati.dengam melakukan jalan yang sudah ditunjuk oleh sistem Waisasika secara bersungguh-sungguh dengan penuh keyakinan seseorang mendapatka kebebasan yang sejati yang ada pada Brahman.