- 1Weda - Kitab Suci Agama Hindu
- 1.1Bahasa Veda (Weda)
- 1.2Isi Weda
- 2Jaman / Sejarah Turunnya Veda (Weda)
- 2.1Penduduk India pada zaman Kuno
- 2.2Berbagai Peninggalan India dari Zaman Kuno
- 2.3Waktu Turunnya Wahyu Weda
- 2.3.11. Ric (Reg / Rg) Veda
- 2.3.22. Sama Veda
- 2.3.33. Yajur Veda
- 2.3.44. Atharwa Veda
- 2.4Keagamaan Pada Zaman Turunnya Veda
- 2.1Jaman Kaum Brahmana
- 2.1Pendidikan dan Kebudayaan di Jaman Weda
- 3Zaman Aranyaka Dan Zaman Upanisad
- 3.11. Dharma
- 3.22. Artha
- 3.33.Kama
- 3.44. Moksha
- 3.5Ajaran dan Pandangan Tentang Atman - Brahman
- 3.5.11. Pandangan Secara Vedanta
- 3.5.22. Pandangan Secara Visista-Dwaita
- 3.5.33. Pandangan Secara Yoga
- 3.5.44. Pandangan Secara Samkya
- 4Kebudayaan Zaman Hinduisme
- 5Bagian–Bagian Kitab Suci Veda (Weda)
- 5.11. SRUTI
- 5.1.11.1. Rg. Weda Samhita
- 5.1.21.2. Sama Weda Samhita
- 5.1.31.3. Yajur Weda Samhita
- 5.1.3.1Sukla Yajur Veda (Putih)
- 5.1.3.2Kresna Yajur Veda (Hitam)
- 5.1.41.4. Atharwa Weda Samhita
- 5.12. SMRTI
- 5.1.12.1. Wedangga
- 5.1.1.12.1.1. Siksa (Phonetika)
- 5.1.1.22.1.2. Wyakarana (Tata Bahasa)
- 5.1.1.32.2.3. Chanda (Lagu)
- 5.1.1.42.2.4. Nirukta
- 5.1.1.52.2.4. Jyotisa (Astronomi)
- 5.1.1.62.2.5. Kalpa
- 5.1.12.2. Upaweda
- 5.1.1.12.2.1. Itihasa
- 5.1.1.22.2.2. Purana
- 5.1.1.32.2.3. Arthasastra
- 5.1.1.42.2.4. Ayur Weda
- 5.1.1.52.2.5. Gandharwa Weda
- 5.1.1.62.2.6. Kama Sastra
- 5.1.1.72.2.7. Kitab Agama
- 6Fitur dan Rincian Singkat Catur Veda (Weda)
- 6.1.1Fitur Rig veda
- 6.1.2Fitur Sama veda
- 6.1.3Fitur Yajur veda
- 6.1.4Fitur Atharva veda
- 7Sapta Maha Rsi Penerima Wahyu Weda
- 7.11. GRTSAMADA
- 7.22. WISWAMITRA
- 7.33. WAMADEWA
- 7.44. ATRI
- 7.55. BHARADWAJA
- 7.66. WASISTA
- 7.77. KANWA
- 8Weda Sebagai Sumber Hukum Hindu
- 8.1Manawa Dharmasastra
- 8.2Sejarah Perkembangan Hukum Hindu
- 8.1Hubungan Catur weda dengan Hukum Hindu
- 9Enam Filsafat Hindu (Sad Darśana)
- 9.11. Nyaya Darsana
- 9.1.11.1. Pokok-pokok Ajaran Nyaya
- 9.1.21.2. Epistemologi Nyaya
- 9.1.31.3. Catur pramana
- 9.1.3.11.3.1. Pratyakasa Pramana
- 9.1.3.21.3.2. Anumana Pramana
- 9.1.3.31.3.3. Upamana Pramana
- 9.1.3.41.3.4. Sabdha Pramana
- 9.12. Waisesika Darsana
- 9.1.12.1. Pokok ajaran Waisasika
- 9.1.22.2. Padartha
- 9.1.2.12.2.1. Drawya (Substansi)
- 9.1.2.22.2.2. Guna (Kualitas)
- 9.1.2.32.2.3. Karma (TinDakan)
- 9.1.2.42.2.4. Samanya (Sifat umum)
- 9.1.2.52.2.5. Wisesa (Keistimewaan)
- 9.1.2.62.2.6 Samawaya (Pelekatan)
- 9.1.2.72.2.7. Abhawa (Ketidakadaan)
- 9.1.32.3. Cara Mendapatkan Pengetahuan Menurut Waisasika
- 9.1.42.4. Terjadinya Alam Semesta menurut Waisasika
- 9.1.52.5. Etika dalam Waisasika
- 9.13. Samkhya Darsana
- 9.1.13.1. Pemahaman Samkhya
- 9.1.23.2. Pokok Ajaran Samkhya
- 9.1.2.13.2.1. Purusa
- 9.1.2.23.2.2. Prakerti
- 9.1.2.33.2.3. Tri Guna
- 9.1.2.43.2.4. Penciptaan alam semesta
- 9.1.2.53.2.5. Etika Samkhya
- 9.1.33.3. Tujuan Akhir Ajaran Samkhya
- 9.14. Yoga Darsana
- 9.1.14.1. Pandangan Yoga Darsana
- 9.1.1.14.1.1. Tentang Brahman
- 9.1.1.24.1.2. Tentang Atman
- 9.1.1.34.1.3. Maya
- 9.1.1.44.1.4. Moksa
- 9.1.24.2. Pokok Ajaran Yoga Darsana
- 9.1.34.3. Epistimologi Yoga Darsana
- 9.15. Mimamsa Darsana
- 9.1.15.1. Pandangan Purva Mimamsa
- 9.1.1.15.1.1. Tentang Brahman
- 9.1.1.25.1.2. Tentang Atman
- 9.1.1.35.1.3. Maya
- 9.1.1.45.1.4. Moksa
- 9.1.25.2. Pokok Ajaran Mimamsa Darsana
- 9.1.35.3. Metafisika Mimamsa Darsana
- 9.1.45.4. Epistimologi Purva Mimamsa
- 9.1.4.15.4.1. Pratyaksa
- 9.1.4.25.4.2. Anumana
- 9.1.4.35.4.3. Sabda
- 9.1.4.45.4.4. Upamana
- 9.1.4.55.4.5. Arthapatti
- 9.1.4.65.4.6. Anupalabdi
- 9.1.55.5. Aksiologi Purva Mimamsa
- 9.1.5.15.5.1. Kedudukan Weda di dalam Agama
- 9.1.5.25.5.2. Kewajiban yang Mendasar
- 9.1.5.35.5.3. Kebaikan yang Tertinggi
- 9.16. Wedanta Darsana
- 9.1.16.1. Pokok Wedanta - Brahma Sutra
- 10Tentang Upanishad
- 10.1.1Apa itu Upanishad ?
- 10.1.1.1Apa itu pengetahuan
- 10.1.1.2Kesalahpahaman Tentang Upanishad
- 10.1.2Tema Sentral dari Upanishad
- 10.1.1Apakah Upanishad Lebih Baik Dari Psikologi Modern ?
- 11Konsep Keberadaan Diri (Atman) Dalam Agama Hindu
- 11.11. Mengetahui Diri sejati
- 11.22. Apakah Jiwa, Atman dan Diri Sama ?
- 11.2.12.1. Jiwa dan diri sendiri
- 11.2.22.2. Diri Individu dan Diri tertinggi
- 11.2.32.3. Berbagai jenis diri
- 11.13. Kesadaran Murni
- 11.24. Spiritualitas dan Transformasi Diri
- 11.15. Mengapa Brahman tidak disembah Langsung Melalui Ritual Hindu
- 11.1.15.1. Alasan Brahman tidak disembah secara ritual
- 11.1.25.3. Pemujaan Dewa - Dewi dalam Weda
- 11.1.2.15.3.1. Dewa dalam makrokosmos dan mikrokosmos
- 11.1.2.25.3.2. Mengapa para dewa disembah
- 11.1.2.35.3.3. Jumlah dewa-Dewi Hindu
- 12Konsep Pembebasan (Moksha atau Nirvana) Dalam Hindu
- 12.1.1Pembebasan fisik
- 12.1.2Pembebasan mental
- 12.1.3Pembebasan rohani
- 13Keanekaragaman dan Pluralitas Agama Hindu
- 13.11. Pluralitas Hinduisme
- 13.1.11.1. Satu Tuhan dan Tidak Ada Tuhan
- 13.1.21.2. Satu Tuhan dan banyak dewa
- 13.1.31.3. ritual, seremonial dan praktik spiritual
- 13.1.41.4. Penyembahan Melalui Wujud dan Tanpa Wujud
- 13.1.51.5. Banyak jalan Menuju pembebasan
- 13.1.61.6. Iswara dan Shakti
- 13.1.71.7. Purusha dan Prakriti
- 13.1.81.8. Dualisme dan Non-dualisme
- 13.22. kontradiksi dalam Hinduisme
- 14Catur Ashrama - Empat Tahapan untuk Pembebasan
- 14.1empat Tahap dalam Hidup
- 14.1.11. Brahmacarya
- 14.1.22. Grihasta Ashrama
- 14.1.33. Vanaprastha Ashrama
- 14.1.44. Sanyasa Ashrama
- 15Konsep Karma dan Kewajiban dalam Hindu
- 15.11. Jenis-jenis karma
- 15.22. Sebab dan akibat - Nasib dan karma
- 15.33. Solusi Pembebasan Untuk Masalah Karma
- 15.3.13.1. Jnana yoga
- 15.3.23.2. Karma yoga
- 15.3.33.3. Raja Yoga
- 15.3.43.4. Bhakti yoga
- 15.44. kesalahpahaman tentang karma
- 15.4.4.14.1. Karma bukanlah takdir
- 15.4.4.24.2. Dewa dan Karma
- 15.4.4.34.3. Karma bukan hanya tindakan fisik
- 15.4.4.44.4. Karma bukan tentang berbuat baik atau buruk
- 15.4.4.54.5. Karma tidak tercatat di surga atau neraka
- 16Ilmu Politik Agama Hindu dalam Veda (Weda)
- 16.11. Canakya dan Arthasastra
- 16.22. Ajaran Politik Negara dalam Arthasastra
- 16.2.12.1. Teori Saptanga
- 16.2.22.2. Teori Mandala
- 16.2.32.3. Teori Sadgunya - Enam Kebijakan Luar Negeri
- 16.13. Asta Brata - Wujud Ideal Praktik Teologi Politik
- 17Pengukuran dalam Matematika Weda
- 17.1Satuan Ukuran
- 17.1.3.1A. Satuan turunan
- 17.1.3.2B. Satuan waktu
- 17.1.3.3C. Ukuran Panjang
- 17.1.3.4D. Ukuran Empat Persegi
- 17.1.3.5E. Ukuran Untuk Daya Muat/Isi
- 17.1.3.6F. Timbangan
- 17.1.3.7G. Ukuran Waktu
- 17.1Yuga dan Siklus Tahun Kosmik
- 17.1.3.1A. Chatur yuga
- 17.1.3.2B. Alam Semesta dan Seterusnya
- 18Link Referensi Tentang Weda
6. Wedanta Darsana
Pendiri dari Vedanta darsana adalah Badarayana atau Vyasa. Wedanta Darsana dikenal juga sebagai Uttara Mimamsa. Secara arti kata Wedanta artinya bagian akhir dari Weda karena ajaranya bersumber langsung dari Weda. Weda yang terakhir dimaksut adalah Upanisad. Ajaran ini pertama kali disusun oleh Sri Wyasa sekitar 400 sebelum masehi dalam kitabnya yang bernama Wedanta Sutra atau Brahma Sutra. Filosofis kehidupan Vedanta merupakan perlengkapan dan penyempurnaan filsafat hidup Mimamsa. Kehidupan bagi mereka yang mengasingkan diri dari aktifitas dunia (sannyasin) termasuk dalam tahap terakhir dari Catur Asrama dan dipandang sebagai kulminasi kehidupan setiap orang.
Sri Vyasadeva telah menulis Brahma-Sutra atau Vedanta-Sutra yang menjelaskan tentang ajaran-ajaran Brahman. Brahma-Sutra juga dikenal dengan nama Sariraka Sutra, karena ia mengandung pengejawantahan dari Nirguna Brahman Tertinggi dan juga merupakan salah satu dari tiga buah buku yang berwenang tentang Hinduisme, yaitu Prasthana Traya sedangkan dua buku lainya adalah upanisad dan Bhagavad Gita. Sri Vyasa telah mensistematisir prinsip-prinsip dari Vedanta dan menghilangkan kontradiksi-kontradiksi yang nyata dalam ajaran-ajaran tersebut.
6.1. Pokok Wedanta – Brahma Sutra
Brahma Sutra mengandung 556 buah Sutra, yang dikelompokkan atas 4 bab, yaitu Samanvaya, Avirodha, sadhana, dan phala. Pada bab 1 pernyataan tentang sifat Brahman dan hubungannya dengan alam semesta serta roh pribadi diberikan. Pada Bab 2, teori-teori dari Samkhaya, Yoga, Vaisesika, dsb yang merupakan saingannya dikritik dan jawaban yang sesuai diberikan terhadap lontaran pandangan ini.
Pada bab 3, Dibicarakan tentang pencapaian Brahmavdhya. Pada Bab 4, terdapat uraian tentang buah (hasil) dari pencapaian brahmavidhya dan juga uraian tentang bagaimana roh pribadi mencapai Brahman Melalui Devayana atau jalan para Deva, dimana ia tak akan kembali lagi. Ciri-ciri Jivanmukta atau roh bebas juga dibicarakan dalam bab ini. Setiap bab memiliki 4 bagian (pada), Sutra-sutra pada masing-masing bagian membentuk Adikarana atau topic pembicaraan dan lima sutra perta dari bab pertama sangat penting untuk diketahui, karena merupakan intisari dari ajaran yang terkandung dalam Brahma Sutra.
Brahman yang mutlak, setelah menciptakan kunsur-unsur yang masuk didalamnya. Dia merupakan pribadi keemasan dalam Matahari, sinar dari roh yang selalu murni, Sat-cit-ananda, Esa tiada duanya, yang merupakan Bhuma (tak terbatas, tak terkondisikan), yang bersemayam didalam hati manusia dan sumber dari segalah sesuatunya.
Brahman adalah penyebab material dan instrumental dari alam semesta, sehingga brahman dan alam semesta tidak berbeda, seperti sebuah kendi yang tak berbeda dengan tanah liat. Brahman mengembangkan diriNya menjadi alam semesta guna Lila atau KridaNya sendiri, tanpa mengalami perubahan sedikitpun dan tanpa penghentian menjadi diriNya.
Brahman itu tampa Bagian-bagian, sifat, kegiatn dan gerakan: tampa awal dan tampa akhir, serta abadi. Ia tidak memiliki kesadaran sebagaimana dinyatakan dengan “Aku” dan “Engkau” dan Dialah satu-satunya realitas. Brahman menjadi dunia luar adalah seperti benang menjadi kain, seperti tanah liat menjadi kendi dan seperti emas yang menjadi cincin dsb.
Brahman adalah paramarthika satta (Realitas Mutlak), alam semesta merupakan vyavaharika satta (Realitas relatif), dan obyek-obyek mimpi merupakan pratibhasika satta (Realitas nyata).
Maya adalah sakti (kekuatan) dari Tuhan, yang merupakan Karana Sarira (badan penyebab) dari Tuhan; yang menyembunyikan yang nyata dan membuat yang tidak nyata tampak sebagai nyata. Ia bukanlah sat atau pun asat dan juga bukan sat-asat, tetapi merupakan anirvacaniya (tak tergambarkan). Maya memiliki dua daya kekuatan, yaitu daya menyelubungi atau avarana sakti dan daya pemantulan atau viksepa sakti. Manusia telah melupakan sifat inti ilahinya, disebabkan daya menyelubungi (avarana sakti) dari Maya ini dan alam semesta dipantulkan, akibat dari viksepa sakti dan Maya ini.
Jiva atau roh pribadi diselubungi oleh lima lapisan (kosa), seperti lapisan kulit bawang, yaitu: lapisan makanan (annamaya kosa), lapisan vital (pranamaya kosa), lapisan mental (manomaya kosa), lapisan kecerdasan (vijnanamaya kosa) dan lapisan kebahagiaan (anandamaya kosa). Lapisan pertama membentuk badan fisik; ketiga lapisan berikutnya membentuk badan halus; dan lapisan terahir membentuk badan penyebab. Roh pribadi harus mengatasi semua lapisan ini melalui meditasi dan menjadi satu dengan roh tertinggi, yang melampaui kelima lapisan ini, serta mencapai pembebasan.
Ada tidak keadaan kesadaran bagi roh pribadi, yaitu keadaan jaga, mimpi dan tidur lelap. Turiya sebagai kesadaran ke-4 adalah keadaan supra sadar, karena Turiya adalah Brahman. Turiya adalah saksi bisu dari ketiga keadaan kesadaran lainya. Pribadi juga harus mengatasi ketiga keadaan ang pertama dan mempersamakan dirinya sendiri dengan keadaan Turiya atau keadaan ke-4, sehingga tercapai penyatuan dengan roh tertinggi.
Avdya adalah badan penyebab dan jiva atau roh pribadi. Jiva mennyamakan dengan dirinya denga badan, pikiran dan indra-indra, disebabkan oleh Avidya dan salah satu menduga bahwa badannya adalah roh, seperti seorang yang salah menduga seutas tali seperti seekor ular, disenja hari. Pada saat roh pribadi terbebas dari penentuan diri secara bodoh dengan suatu pengertian yang tepat melalui filsafat Vedanta, vicara (pencarian), perenungan dan meditasi pada Brahman Tertingi, semua khayalan lenyab. Penyamaan atman dan keseluruhan gejala alam semesta dengan mencapai kekekalan dann kebahagiaan abadi. Ia menggabungkan dirinya dengan Brahman atau samudrra kebahagiaan.
Badarayana juga mempunyai Jivanmukta atau pembebasan semasa hidup dan hal ini dimungkinkan berdasarkan keterangan-keterangan yang terdapat didalam kitab-kitab Upanisad.
Sutra-sutra atau aphorisma dari Vyasa merupakan dasar dari filsafat Vedanta dan telah dijelaskan oleh berbagai pengulas yang berbeda-beda sehingga dari ulasan-ulasan ini muncul beberapa aliran filsafat, yaitu; Kevala Advaita dari Sri Sankaracarya; filsafat Monisme terbatas atau Visistadvaita dari Sri Ramanujacarya, filsafat Dvaita dari Sri Madhvacarya, filsafat Bhedabheda dari Sri Nimbarkacarya, filsafat Acintya Bhedabheda dari Sri Caitanya, filsafat Suddha Advaita dari Sri Vallabhacarya dan filsafat Saddhanta dari Sri Meykandar. Masing-masing filsafat tersebut membicarakan tentang tiga masalah pokok, yaitu tentang Tuhan alam dan roh.
Dvaita, Visistadvaita dan Avaita adalah tiga aliran utama dari pemikiran metafisika, yang kesemuanya menapak jalan yang menuju kebenaran yang terahir, yaitu Para Brahman. Mereka anak-anak tangga pada tangganya Yoga,yang sama sekali tidak saling bertentangan, bahkan sebaliknya saling memuji satu sma lainya. Tahapan ini disusun secara selaras dalam rangkaian pengalaman spiritual berjenjang, yang dimulai dengan Dvaita, Visistadvaita, Advaita murni yang semua ini ahirnya memuncak pada Advaita Vedantis, perwujudan dari yang mutlak atau Trigunatita Ananta Brahman transcendental.
Madhva mengatakan: Manusia adalah Pelayan Tuhan” dan menegakkan ajaran Dvaita-nya. Ramajuna berkata: “Manusia adalah cahaya dan percikan Tuhan” dan menegaskan filsafat Visistadvaita-nya. Sangkara mengatakan: “ Manusia identic dengan Brahman atau roh abadi” dan menegakan filsafat Kevala Advaita-nya.
Seoang Dvaitin ingin melayani Tuhan sebagai seorang pelayan dan menginginkan bermain-main dengan Tuhan, serta ingin mencicipi gula-gula. Seorang Visistadvaitiningin menjadi seperti Tuhan. Narayan dan menikmati ke-Ilahian dan tak ingin menggabungkan dirinya atau sama denga Tuhan, tetapi ingin tetap sebagai sebuah percikan Tuhan. Seorang Jnani menggabungkan dirinya dengan Brahman dan menginginkan dirinya menjadi sama denga Brahman dan ingin menjadi gula-gula itu sendiri.
Manusia memiliki temperamen dan kemampuan yang berbeda-beda sehingga diperlukan aliran filsafat yang berbeda-beda pula; tetapi anak tangga yang tertinggi adalah filsafat Advaita, di mana seorang dualis (dvaitin) atau monistis terbatas (visistadvaitin), ahirnya akan menjadi seorang Kevala Advaitin.
Nimbarkacarya mendamaikan semua perbedaan pendapat mengenai Tuhan yang dipakai oleh Sangkara, Ramanuja, Madhva dan yang lainya serta membuktikan bahwa pandangan-pandangan mereka semua benar, denga petunjuk pad aspek tertentu dari Brahman, yang berhubungan denganya, masing-masing dengan denga caranya sendiri. Sankara telah menerima Realitas pad aspek transendentalNya, Sedangkan Ramanuja menerimaNya pad aspek immanent-Nya, secara prinsipil; tetapi Nimbarka telah menyelesaikan perbedaan pandangan yang diterimah oleh par pengulas yang berbeda tersebut.
Perbedaan konsepsi tentang Brahman tiada lain hanya merupakan perbedaan cara pendekatan terhadap Realitas, dan sangat sulit bahkan hampir-hampir tak mungkin bagi roh terbatas untuk memperolehnya sekaligus konsepsi tentang Yang Tak Terbatas atau Roh Tak Terbatas ini secara jelas, lebih-lebih lagi untuk menyatakannya denga istilah yang memadai . Semuanya tak dapat menjamah ketinggian filsafat Kevala Advaita dari sri Sangkara sekaligus dan untuk itu pikiran harus didisiplinkan seperlunya sebelum dipakai sebagai sebuah alat yag pantas untuk memahami pendapat dari Avaita Vedanta-nya sri Sangkara.
Oleh karena itu kita sepatutnya merasa bersyukur dengan kehadiran beliau sebagai Avatara Purusa, yang masing-masing menjelmakan diri di bumi ini untuk melengkapi suatu misi yang tak terbatas, untuk mengajarkan serta menyebarkan ajaran-ajaran tertentu, yang tumbuh subur pada masa tertentu , yang ada pada tahapan evolusi tertentu, dan semua aliran filsafat diperlukan, yang masing-masing dianggab paling sesuai bagi tipe menusia tertentu; karena perbedaan konsep mengenai Brahman banyaklah perbedaan pendekatan terhadap realitas.