- 1Weda - Kitab Suci Agama Hindu
- 1.1Bahasa Veda (Weda)
- 1.2Isi Weda
- 2Jaman / Sejarah Turunnya Veda (Weda)
- 2.1Penduduk India pada zaman Kuno
- 2.2Berbagai Peninggalan India dari Zaman Kuno
- 2.3Waktu Turunnya Wahyu Weda
- 2.3.11. Ric (Reg / Rg) Veda
- 2.3.22. Sama Veda
- 2.3.33. Yajur Veda
- 2.3.44. Atharwa Veda
- 2.4Keagamaan Pada Zaman Turunnya Veda
- 2.1Jaman Kaum Brahmana
- 2.1Pendidikan dan Kebudayaan di Jaman Weda
- 3Zaman Aranyaka Dan Zaman Upanisad
- 3.11. Dharma
- 3.22. Artha
- 3.33.Kama
- 3.44. Moksha
- 3.5Ajaran dan Pandangan Tentang Atman - Brahman
- 3.5.11. Pandangan Secara Vedanta
- 3.5.22. Pandangan Secara Visista-Dwaita
- 3.5.33. Pandangan Secara Yoga
- 3.5.44. Pandangan Secara Samkya
- 4Kebudayaan Zaman Hinduisme
- 5Bagian–Bagian Kitab Suci Veda (Weda)
- 5.11. SRUTI
- 5.1.11.1. Rg. Weda Samhita
- 5.1.21.2. Sama Weda Samhita
- 5.1.31.3. Yajur Weda Samhita
- 5.1.3.1Sukla Yajur Veda (Putih)
- 5.1.3.2Kresna Yajur Veda (Hitam)
- 5.1.41.4. Atharwa Weda Samhita
- 5.12. SMRTI
- 5.1.12.1. Wedangga
- 5.1.1.12.1.1. Siksa (Phonetika)
- 5.1.1.22.1.2. Wyakarana (Tata Bahasa)
- 5.1.1.32.2.3. Chanda (Lagu)
- 5.1.1.42.2.4. Nirukta
- 5.1.1.52.2.4. Jyotisa (Astronomi)
- 5.1.1.62.2.5. Kalpa
- 5.1.12.2. Upaweda
- 5.1.1.12.2.1. Itihasa
- 5.1.1.22.2.2. Purana
- 5.1.1.32.2.3. Arthasastra
- 5.1.1.42.2.4. Ayur Weda
- 5.1.1.52.2.5. Gandharwa Weda
- 5.1.1.62.2.6. Kama Sastra
- 5.1.1.72.2.7. Kitab Agama
- 6Fitur dan Rincian Singkat Catur Veda (Weda)
- 6.1.1Fitur Rig veda
- 6.1.2Fitur Sama veda
- 6.1.3Fitur Yajur veda
- 6.1.4Fitur Atharva veda
- 7Sapta Maha Rsi Penerima Wahyu Weda
- 7.11. GRTSAMADA
- 7.22. WISWAMITRA
- 7.33. WAMADEWA
- 7.44. ATRI
- 7.55. BHARADWAJA
- 7.66. WASISTA
- 7.77. KANWA
- 8Weda Sebagai Sumber Hukum Hindu
- 8.1Manawa Dharmasastra
- 8.2Sejarah Perkembangan Hukum Hindu
- 8.1Hubungan Catur weda dengan Hukum Hindu
- 9Enam Filsafat Hindu (Sad Darśana)
- 9.11. Nyaya Darsana
- 9.1.11.1. Pokok-pokok Ajaran Nyaya
- 9.1.21.2. Epistemologi Nyaya
- 9.1.31.3. Catur pramana
- 9.1.3.11.3.1. Pratyakasa Pramana
- 9.1.3.21.3.2. Anumana Pramana
- 9.1.3.31.3.3. Upamana Pramana
- 9.1.3.41.3.4. Sabdha Pramana
- 9.12. Waisesika Darsana
- 9.1.12.1. Pokok ajaran Waisasika
- 9.1.22.2. Padartha
- 9.1.2.12.2.1. Drawya (Substansi)
- 9.1.2.22.2.2. Guna (Kualitas)
- 9.1.2.32.2.3. Karma (TinDakan)
- 9.1.2.42.2.4. Samanya (Sifat umum)
- 9.1.2.52.2.5. Wisesa (Keistimewaan)
- 9.1.2.62.2.6 Samawaya (Pelekatan)
- 9.1.2.72.2.7. Abhawa (Ketidakadaan)
- 9.1.32.3. Cara Mendapatkan Pengetahuan Menurut Waisasika
- 9.1.42.4. Terjadinya Alam Semesta menurut Waisasika
- 9.1.52.5. Etika dalam Waisasika
- 9.13. Samkhya Darsana
- 9.1.13.1. Pemahaman Samkhya
- 9.1.23.2. Pokok Ajaran Samkhya
- 9.1.2.13.2.1. Purusa
- 9.1.2.23.2.2. Prakerti
- 9.1.2.33.2.3. Tri Guna
- 9.1.2.43.2.4. Penciptaan alam semesta
- 9.1.2.53.2.5. Etika Samkhya
- 9.1.33.3. Tujuan Akhir Ajaran Samkhya
- 9.14. Yoga Darsana
- 9.1.14.1. Pandangan Yoga Darsana
- 9.1.1.14.1.1. Tentang Brahman
- 9.1.1.24.1.2. Tentang Atman
- 9.1.1.34.1.3. Maya
- 9.1.1.44.1.4. Moksa
- 9.1.24.2. Pokok Ajaran Yoga Darsana
- 9.1.34.3. Epistimologi Yoga Darsana
- 9.15. Mimamsa Darsana
- 9.1.15.1. Pandangan Purva Mimamsa
- 9.1.1.15.1.1. Tentang Brahman
- 9.1.1.25.1.2. Tentang Atman
- 9.1.1.35.1.3. Maya
- 9.1.1.45.1.4. Moksa
- 9.1.25.2. Pokok Ajaran Mimamsa Darsana
- 9.1.35.3. Metafisika Mimamsa Darsana
- 9.1.45.4. Epistimologi Purva Mimamsa
- 9.1.4.15.4.1. Pratyaksa
- 9.1.4.25.4.2. Anumana
- 9.1.4.35.4.3. Sabda
- 9.1.4.45.4.4. Upamana
- 9.1.4.55.4.5. Arthapatti
- 9.1.4.65.4.6. Anupalabdi
- 9.1.55.5. Aksiologi Purva Mimamsa
- 9.1.5.15.5.1. Kedudukan Weda di dalam Agama
- 9.1.5.25.5.2. Kewajiban yang Mendasar
- 9.1.5.35.5.3. Kebaikan yang Tertinggi
- 9.16. Wedanta Darsana
- 9.1.16.1. Pokok Wedanta - Brahma Sutra
- 10Tentang Upanishad
- 10.1.1Apa itu Upanishad ?
- 10.1.1.1Apa itu pengetahuan
- 10.1.1.2Kesalahpahaman Tentang Upanishad
- 10.1.2Tema Sentral dari Upanishad
- 10.1.1Apakah Upanishad Lebih Baik Dari Psikologi Modern ?
- 11Konsep Keberadaan Diri (Atman) Dalam Agama Hindu
- 11.11. Mengetahui Diri sejati
- 11.22. Apakah Jiwa, Atman dan Diri Sama ?
- 11.2.12.1. Jiwa dan diri sendiri
- 11.2.22.2. Diri Individu dan Diri tertinggi
- 11.2.32.3. Berbagai jenis diri
- 11.13. Kesadaran Murni
- 11.24. Spiritualitas dan Transformasi Diri
- 11.15. Mengapa Brahman tidak disembah Langsung Melalui Ritual Hindu
- 11.1.15.1. Alasan Brahman tidak disembah secara ritual
- 11.1.25.3. Pemujaan Dewa - Dewi dalam Weda
- 11.1.2.15.3.1. Dewa dalam makrokosmos dan mikrokosmos
- 11.1.2.25.3.2. Mengapa para dewa disembah
- 11.1.2.35.3.3. Jumlah dewa-Dewi Hindu
- 12Konsep Pembebasan (Moksha atau Nirvana) Dalam Hindu
- 12.1.1Pembebasan fisik
- 12.1.2Pembebasan mental
- 12.1.3Pembebasan rohani
- 13Keanekaragaman dan Pluralitas Agama Hindu
- 13.11. Pluralitas Hinduisme
- 13.1.11.1. Satu Tuhan dan Tidak Ada Tuhan
- 13.1.21.2. Satu Tuhan dan banyak dewa
- 13.1.31.3. ritual, seremonial dan praktik spiritual
- 13.1.41.4. Penyembahan Melalui Wujud dan Tanpa Wujud
- 13.1.51.5. Banyak jalan Menuju pembebasan
- 13.1.61.6. Iswara dan Shakti
- 13.1.71.7. Purusha dan Prakriti
- 13.1.81.8. Dualisme dan Non-dualisme
- 13.22. kontradiksi dalam Hinduisme
- 14Catur Ashrama - Empat Tahapan untuk Pembebasan
- 14.1empat Tahap dalam Hidup
- 14.1.11. Brahmacarya
- 14.1.22. Grihasta Ashrama
- 14.1.33. Vanaprastha Ashrama
- 14.1.44. Sanyasa Ashrama
- 15Konsep Karma dan Kewajiban dalam Hindu
- 15.11. Jenis-jenis karma
- 15.22. Sebab dan akibat - Nasib dan karma
- 15.33. Solusi Pembebasan Untuk Masalah Karma
- 15.3.13.1. Jnana yoga
- 15.3.23.2. Karma yoga
- 15.3.33.3. Raja Yoga
- 15.3.43.4. Bhakti yoga
- 15.44. kesalahpahaman tentang karma
- 15.4.4.14.1. Karma bukanlah takdir
- 15.4.4.24.2. Dewa dan Karma
- 15.4.4.34.3. Karma bukan hanya tindakan fisik
- 15.4.4.44.4. Karma bukan tentang berbuat baik atau buruk
- 15.4.4.54.5. Karma tidak tercatat di surga atau neraka
- 16Ilmu Politik Agama Hindu dalam Veda (Weda)
- 16.11. Canakya dan Arthasastra
- 16.22. Ajaran Politik Negara dalam Arthasastra
- 16.2.12.1. Teori Saptanga
- 16.2.22.2. Teori Mandala
- 16.2.32.3. Teori Sadgunya - Enam Kebijakan Luar Negeri
- 16.13. Asta Brata - Wujud Ideal Praktik Teologi Politik
- 17Pengukuran dalam Matematika Weda
- 17.1Satuan Ukuran
- 17.1.3.1A. Satuan turunan
- 17.1.3.2B. Satuan waktu
- 17.1.3.3C. Ukuran Panjang
- 17.1.3.4D. Ukuran Empat Persegi
- 17.1.3.5E. Ukuran Untuk Daya Muat/Isi
- 17.1.3.6F. Timbangan
- 17.1.3.7G. Ukuran Waktu
- 17.1Yuga dan Siklus Tahun Kosmik
- 17.1.3.1A. Chatur yuga
- 17.1.3.2B. Alam Semesta dan Seterusnya
- 18Link Referensi Tentang Weda
5. Mengapa Brahman tidak disembah Langsung Melalui Ritual Hindu
Ini adalah pertanyaan yang bagus. Sebagian besar kebingungan ini akan hilang jika kita melihat Brahman bukan sebagai makhluk, tetapi sebagai keadaan tertinggi (yogam). Ia menjadi makhluk melalui berbagai manifestasinya (vibhuti). Namun, dalam keadaannya yang murni dan absolut, ia mewakili realitas tertinggi, yang murni, tidak dapat ditentukan dan tanpa nama dan bentuk. kita tidak dapat berkomunikasi dengan keadaan atau kenyataan itu. kita hanya bisa menjadi Itu atau menjadi larut dalam Itu.
Mari saya jelaskan secara singkat.
Dewa tertinggi di Bhagavadgita bukanlah Dewa Krishna atau Dewa Wisnu, tetapi Brahman. Sri Krishna menyampaikan seluruh khotbah di tengah-tengah Kurukshetra sebagai Brahman dalam kesatuan dengannya dan dalam keadaan tertinggi. Jika kita benar-benar terserap dalam Brahman, kita akan melihat dunia secara berbeda. Kita akan berhenti mengidentifikasikan diri kita dengan diri fisik kita dan menjadi mantap dalam kesadaran, yang secara luar biasa diungkapkan dalam Upanishad sebagai “Aham Brahmasmi,” Aku adalah Brahman. Para yogi yang sadar Diri tidak menyatakan hal itu kepada dunia, karena hal itu dapat disalahartikan oleh orang-orang bodoh.
Namun, mereka tetap stabil dalam kesadaran itu bahkan dalam keadaan terjaga, berjuang melawan dualitas yang biasa digunakan pikiran dan perlawanan yang datang dari ego, yang tetap aktif bahkan dalam keadaan sadar-diri, meskipun melemah dan ditundukkan.
Bagi mereka yang tidak akrab dengan agama Hindu, izinkan saya menyatakan bahwa ketika kita mengatakan “Brahman”, ini tidak mengacu pada salah satu Dewa, seperti Dewa Brahma atau dewa Veda.
Brahman adalah realitas tertinggi, tak terbatas, tanpa bentuk dan tak terpikirkan. Brahma, dewa pencipta, muncul dari Brahman pada awal penciptaan, sama seperti Siwa dan Wisnu. Prosesnya mirip dengan gelombang dan pulau-pulau yang muncul di lautan tak berujung. Ombak dan pulau-pulau itu adalah manifestasinya. Diskusi kita di sini terbatas pada Brahman saja.
Tuhan tertinggi dalam agama Hindu bersemayam di dalam semua sebagai Diri mereka sendiri. Dia mungkin meliputi mereka dan bersinar melalui mereka. Namun, dia tidak ada di dalamnya. Seluruh ciptaan adalah proyeksi atau refleksi dari Brahman, tetapi tidak terdiri dari dia.
Dengan kata lain, kita tidak dapat mencapai Brahman dengan memiliki benda-benda material atau mengetahuinya. Kita tidak dapat menemukannya dalam realitas objektif, karena ia tidak ada di dalamnya atau dalam bagian, aspek, dan komponennya. Dia diketahui hanya dengan mengetahuinya secara subjektif melalui Diri dan menjadi satu dengannya.
Seperti yang dinyatakan sebelumnya, Brahman adalah kecerdasan murni. Dia realitas tertinggi dan tertinggi yang digambarkan dalam teks sebagai kaivalyam (kesendirian), parandhamam (tujuan tertinggi), prasantam(damai), atitam (transendental), advitiyam (tanpa sedetik), anantam (tak terbatas), aksharam (tidak dapat dihancurkan), anirvachaniyam (tak terlukiskan) dan madhuram (sangat gembira).
Meskipun dia adalah Tuhan( tertinggi), Brahman tidak disembah dalam ritual Hindu.
Banyak orang Hindu bahkan menyadari tentang keberadaannya, justru yang sangat disayangkan banyak orang memilih yang lebih rendah atau bahkan manusia di dewa kan. Dalam beberapa ritual Veda, merupakan kebiasaan untuk melibatkan seorang pendeta Brahmana yang tugasnya adalah tetap diam dan waspada, dan secara diam-diam mengoreksi pendeta lain jika mereka melakukan kesalahan. Sama seperti Brahman, ia berpartisipasi dalam ritual pengorbanan sebagai saksi bisu.
Karena dia terlalu jauh dan mungkin acuh tak acuh untuk digunakan secara khusus dan karena dia tidak berpartisipasi secara langsung dalam tindakan apa pun, sebagian orang Veda, yang dikenal sebagai Mimansika, mengabaikannya. Sebaliknya, mereka mengakui pengorbanan sebagai sumber dari segalanya dan berfokus pada mereka. Mereka tidak peduli dengan pertanyaan tentang siapa yang menciptakan dunia dan makhluk. Bagi mereka, cukup mengetahui bahwa mereka diciptakan dengan pengorbanan, ditopang oleh pengorbanan dan dihancurkan oleh pengorbanan. Dengan melakukan pengorbanan Yadnya seperti yang dirinci dalam Veda, seseorang dapat melepaskan diri dari penderitaan dan mencapai pembebasan atau kehidupan yang lebih baik di kelahiran berikutnya.
5.1. Alasan Brahman tidak disembah secara ritual
- Brahman merupakan realitas absolut yang bebas dari nama dan bentuk dan objektivitas. Dia tidak dapat dikomunikasikan secara objektif karena dia mewakili realitas subjektif tanpa batas yang abadi, tidak berubah dan ada dengan sendirinya. Oleh karena itu, memanggil Brahman melalui doa atau mantra sangat sulit dan tidak efektif.
- Dalam keadaan absolutnya, Brahman tertinggi yang tertinggi tidak dapat ditentukan, tidak terbatas dan tidak dapat dibedakan. kita tidak dapat mengkonseptualisasikannya atau menyesuaikannya dengan model ritual yang kaku sebagai objek pemujaan. Juga tidak ada metode yang diketahui untuk berkomunikasi dengannya.
- Dalam pemujaan ritual kita memanggil para dewa. Mereka memiliki nama dan bentuk khusus dan tugas khusus serta kekuatan asosiasi (shakti). Kita tahu apa yang bisa dan tidak bisa mereka lakukan, atau bagaimana mereka bisa membantu kita. Brahman diluar itu.
- Selama upacara pengorbanan dan pemujaan ritual, mengundang dewa-dewi untuk mengunjungi tempat ritual dan menerima keramahan pengabdian. Karena Brahman adalah semua ini (sarvam) dan tidak terbatas, tidak ada tempat di bumi atau di surga, di mana Brahman dapat turun ke dunia kita dan menerima persembahan kita.
- Brahman berada di luar pikiran dan indera kita. Pikiran, perkataan, dan doa saja tidak cukup. Karena itu, model ritual tidak berguna untuk berkomunikasi langsung dengannya. Dia dicapai hanya melalui penyerapan Diri atau kesatuan (Samadhi). Dalam kesatuan itu, tidak ada penyembah dan yang disembah dan tidak ada komunikasi, semuanya lenyap jadi satu.
- Brahman sempurna dalam segala hal. Dia lengkap. Tidak ada yang tidak dia miliki, dan yang dapat kita tawarkan, karena dia adalah semuanya. Ia juga bebas dari segalanya. Oleh karena itu, ibadah ritual yang dimaksudkan untuk keinginan adalah sia-sia.
-
Lebih mudah untuk menyembah dewa dan mendapatkan bantuan mereka karena mereka dapat dipikirkan. Brahman mewakili realitas independen dan abadi. Bhagavadgita dengan tepat menasihati para penyembah untuk tidak menyembah Brahman yang tidak berwujud dan tidak berwujud karena mereka akan menghadapi rintangan dan kesulitan.
-
Brahman adalah tujuan tertinggi daripada objek pemujaan ritual. Dia harus dikenal melalui yoga internal daripada ibadah eksternal. Pengetahuan tentang Brahman tidak muncul dari ritual tetapi dari latihan spiritual dan pemurnian Diri. Oleh karena itu, pemujaan ritual tidak ideal untuk mewujudkan Brahman tertinggi.
-
Dalam pemujaan ritual menggunakan persembahan dan kekuatan Brahman yang tersembunyi dalam himne suci Veda untuk mencari bantuan melalui para Dewa. Mantra Veda memiliki kekuatan dan potensi untuk mencapai alam dewa melalui ruang, yang merupakan media suara. Bahkan para Dewa pun tidak memiliki kekuatan untuk mencapai alam Brahman.
-
Tidak ada simbol atau gambar atau mantra yang dikenal yang melaluinya kita dapat memanggil Brahman. Secara tradisional, ia diwakili oleh simbol atau suku kata Aum. Namun, lebih sering digunakan untuk memberi energi dan memurnikan mantra dan doa untuk memanggil berbagai dewa daripada untuk memohon kepada Brahman.
5.3. Pemujaan Dewa – Dewi dalam Weda
Metode pemujaan dan membuat persembahan ritual juga diatur dalam Veda. Dari empat bagian Veda, bagian pertama yang disebut Samhitas berisi doa-doa atau doa kepada berbagai dewa dan dewi.
Bagian kedua yang disebut Brahmana berisi metode dan prosedur yang harus diikuti saat membuat persembahan semacam itu. Bagian ketiga yang disebut Aranyakas berisi informasi tentang pengorbanan yang lebih kompleks yang biasanya tidak dilakukan atau diketahui publik.
Bagian keempat yang disebut Upanishad berisi pengetahuan rahasia tentang ritual internal untuk mencapai pembebasan. Mereka memberikan informasi tentang aspek tersembunyi dari dewa dan makna simbolis mereka dalam tubuh manusia.
Menurut Veda, Brahman memanifestasikan sebagian diri-Nya selama penciptaan dan mendiversifikasikan Diri-Nya menjadi Isvara, Hiranyagarbha dan Viraj. Dia menciptakan bumi, wilayah tengah, langit. Dia menciptakan dewa dan makhluk surgawi, setan dan manusia / Dewa dan makhluk surgawi masing-masing berada di surga dan wilayah tengah.
Manusia dan makhluk fana lainnya mendiami bumi atau dunia kita. Setan tinggal di daerah bawah di bawah bumi. Di dunia fana, Dia bermanifestasi sebagai Kematian (atau Kala) dan menjadi penguasanya. Dia menciptakan rasa lapar dan haus dan menundukkan makhluk, termasuk para dewa di surga untuk hal yang sama. Untuk memuaskan mereka, Dia menciptakan makanan dari beberapa jenis. Para dewa memiliki kekuatan yang sangat besar, tetapi mereka tidak memiliki kemampuan untuk membuat makanan untuk diri mereka sendiri.
Manusia memiliki kemampuan untuk membuat makanan untuk dirinya sendiri dan orang lain, tetapi tidak memiliki kekuatan supranatural dari para dewa. Brahman menciptakan perbedaan ini untuk memastikan bahwa dewa dan manusia hidup dalam harmoni, bergantung satu sama lain, dan berpartisipasi dalam penciptaan dengan melakukan tugas kewajiban mereka. Dengan demikian adalah tugas (dharma) para dewa untuk membantu manusia dan merupakan tugas (dharma) manusia untuk hidup tanpa daya dan membantu dewa dan makhluk lain dengan makanan dengan melakukan pengorbanan.
5.3.1. Dewa dalam makrokosmos dan mikrokosmos
Veda menyatakan bahwa tubuh manusia mirip dengan tubuh Diri Kosmis, Purusha, yang diwujudkan dalam penciptaan sebagai Tuhan Semesta. Sama seperti ada empat tingkatan di alam semesta, adaempat pesawat dalam tubuh manusia. Kepala mewakili langit atau surga. Batang termasuk dada dan perut mewakili daerah tengah, di mana napas mengalir dan jantung berdetak. Pinggul dan kaki mewakili dunia fana.
Seperti halnya para dewa bersemayam dalam makrokosmos, mereka juga bersemayam di dalam tubuh kita di alamnya masing-masing sebagai berbagai organ, yaitu organ-organ tindakan (karmendriyas) seperti lima organ bicara, seperti tangan, kaki, dll., organ-organ persepsi seperti mata, telinga, hidung, lidah dll, dan organ-organ internal, yaitu pikiran, ego dan kecerdasan. Sama seperti mereka bergantung pada persembahan korban kita di dunia luar untuk makanan mereka, mereka bergantung pada kita secara internal untuk makanan melalui makanan yang kita makan.
Sementara di dunia luar, para dewa menerima bagian mereka dari persembahan dari api yang merupakan penerima pertama dari persembahan dalam pengorbanan karena menuangkannya ke dalam api saja, di dalam tubuh juga para dewa menerima persembahan mereka dari api pencernaan yang berada di saluran pencernaan. Dari sana makanan dipasok ke berbagai dewa melalui lima saluran pernapasan yang disebut Prana, Apana, Samana, Vyana, dan Udana.
5.3.2. Mengapa para dewa disembah
Pengorbanan Veda pada dasarnya dimaksudkan untuk mencapai empat tujuan hidup manusia, yaitu pemenuhan kewajiban (dharma), kekayaan (artha), kesenangan (kama) dan pembebasan (moksha). Tugas adalah fondasi dan pembebasan adalah tujuan akhir.
Veda dengan jelas menegaskan bahwa mereka yang melakukan pengorbanan untuk tujuan material atau tiga tujuan pertama akan dilahirkan kembali sementara mereka yang mencapai pembebasan dengan hidup tanpa pamrih, memenuhi kewajiban mereka tidak akan pernah kembali. Melalui pengorbanan dan doa para penyembah dewa-dewa Veda mencari, kekayaan, kedamaian, kebahagiaan, keturunan, ketenaran dan nama, kekuasaan atas kekuatan alam, penghancuran musuh, umur panjang atau umur penuh, kesehatan yang baik, perlindungan dari kemalangan, penyakit dan kehilangan ternak.
5.3.3. Jumlah dewa-Dewi Hindu
Himne Veda menyinggung beberapa dewa. Berdasarkan jumlah doa yang ditujukan kepada masing-masing, kami dapat mengidentifikasi yang utama. Namun, jumlah sebenarnya mereka mungkin jauh melebihi perkiraan kami saat ini, karena versi Veda saat ini tampaknya merupakan sisa dari teks asli yang ada pada periode awal Veda. Veda juga menyinggung keberadaan dewa kuno yang bersemayam di surga tertinggi dan berpartisipasi dalam pengorbanan universal yang dilakukan oleh Brahman.
Dalam Brihadaranyaka Upanishad, ketika Vidadgha Sakalya bertanya kepada Yajnavalkya, berapa banyak dewa yang ada di sana, ia memulai jawabannya dengan mengatakan, “Sebanyak yang disebutkan dalam persembahan yang diberikan kepada dewa-dewa alam semesta, yaitu tiga ratus tiga, tiga ribu tiga. ” Tentang makhluk yang ditanya lebih lanjut, dia mengurangi jumlahnya secara bertahap dari tiga ribu tiga menjadi tiga puluh tiga, lalu menjadi enam, lalu menjadi tiga, lalu menjadi dua, lalu menjadi satu setengah dan akhirnya menjadi satu. Dalam percakapan yang sama, ia mengidentifikasi 33 dewa sebagai yang penting, yaitu delapan Vasus, sebelas Rudra, dua belas Aditya, Indra dan Prajapathi Brahma. Dewa-dewa ini termasuk dalam lingkup yang berbeda dalam penciptaan. Berdasarkan jumlah doa yang tersedia dalam Veda, dewa dan dewi Veda berikut ini penting: Indra, Varuna, Agni, Rudra, Mitra, Vayu, Surya, Wisnu, Savitr, Pusan, Usha, Soma, Asvins, Maruts, Visvadeva, Vasus, Adityas, Vashista, Brihaspathi, Bhaga, Rta, Rhibhus, Surga, Bumi, Kapinjala, Dadhikravan, Rati, Yama, Manyu, Purusha, Prajanya Sarasvathi. Aditi adalah dewi terkemuka lainnya. Dia dianggap sebagai ibu para dewa. Meskipun tidak ada himne yang secara langsung ditujukan kepadanya, dia disebutkan dalam beberapa di antaranya.